Bisnis.com, JAKARTA - Pelarangan penggunaan kapal asing di wilayah perairan Indonesia akhirnya tak bergigi, bila kemampuan industri perkapalan tak berbanding lurus dengan kebutuhan khususnya sektor minyak dan gas bumi.
Kepala Divisi Penunjang Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Huku Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Baris Sitorus mengatakan, dengan berlakunya azas cabotage, menurutnya, menjadi peluang bagi pelaku usaha perkapalan di dalam negeri.
Kendati demikian, dia menilai hal itu tetap harus mempertimbangkan kebutuhan. Beberapa jenis kapal seperti kapal marine seismic tak tersedia di Indonesia.
Oleh karena itu, tetap akan membutuhkan peran kapal-kapal asing, karena kapal-kapal dalam negeri tak dapat memenuhi kebutuhan. Indonesia National Shipowners Association (INSA) akan memastikan apakah spesifikasi kapal yang dibutuhkan memang tidak tersedia. Berdasarkan rekomendasi tersebut, Kementerian Perhubungan akan memutuskan apakah izin penggunaan kapal asing (IPKA) bisa dikeluarkan.
"Kalau enggak ada [kapalnya di Indonesia], ya dikasih izin IPKA (Izin Penggunaan Kapal Asing), " katanya di Jakarta, Senin (15/5/2016).
Pihaknya mengakui, kini kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) cenderung mengurangi kegiatan dan memberi dampak negatif terhadap industri jasa penunjang beserta perkapalan. Padahal, sebenarnya kegiatan eksplorasi bagi kontraktor lebih baik dilakukan saat ini.
Namun, potensi berikutnya bisa jadi menjadi menarik bagi industri jasa penunjang karena sejumlah proyek besar berada di lepas pantai dan perairan dalam akan berjalan seperti Masela dan Indonesia Deepwater Development (IDD) masih membutuhkan dukungan dari pelaku usaha lokal.
"Potensi kegiatan hulu migas offshore. Tantangan kegiatan hulu migas bergerak ke area offshore atau lepas pantai," katanya.