Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan pemerintah membuka impor sapi dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) namun memiliki zona yang bebas dari wabah tersebut (zonebased), merupakan keputusan yang gegabah dan tidak berorientasi pada pengembangan peternak lokal.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana menyampaikan dengan masuknya impor daging dari negar ayang belum bebas PMK, maka ternak lokal berpeluang ikut terjangkit penyakit tersebut.
“Pemerintah tidak mempertimbangkan masuknya PMK yang sangat berbahaya bagi ternak berkuku genap, sepeti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Pengalaman Inggris ketika terjadi outbreak PMK pada 2001 harus memusnahkan sekitar 600.000 ekor sapi dan sempat juga domba dan ternak berkuku genap lainnya,” kata Teguh di Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Dia menyampaikan daging asal negara yang belum bebas PMK sangat murah dan akan mengganggu harga di tingkat peternak lokal yang memang biaya produksinya tinggi. Pasalnya, peternak lokal mengembangkan dengan skala rumahan dan efisiensinya terbatas.
“Sapi di Jawa harga di pasar Rp45.000 per kilogram berat hidup, dagingnya. Di NTT harga sapi sekitar Rp35.000 per kilogram dan harga dagingnya sekitar Rp95.000. Siapa yang akan menanggung kerugian peternak rakyat kalau pemerintah memasukkan daging dengan harga sekitar Rp60.000,” tambah Teguh.
Sebelumnya, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Muladno Bashar menyampaikan pemerintah akan segera merealisasikan impor daging kerbau asal India untuk mengantisipasi lonjakan harga daging saat Ramadhan tiba. Selama ini, Indonesia hanya dapat mengimpor daging dan sapi dari negara yang telah terbebas PMK.
“Sesuai permintaan Presiden [Joko Widodo] meminta agar realisasi impor daging India dapat segera dilakukan sebelum bulan Ramadhan tahun ini. Sekarang Permentan-nya sedang di-review oleh Biro Hukum Kementan,” kata Muladno dalam Roadshow on Indian Bovine Meat di Jakarta, Kamis (21/4).