Bisnis.com, SURABAYA - Diibaratkan manusia, jalur penyeberangan Ujung di Surabaya dan Kamal di Madura, Jawa Timur, seperti seorang yang hidup enggan tetapi mati pun tak mau.
Wajah penyeberangan Ujung - Kamal seperti orang yang kekurangan darah; pucat dan lesu. Dari paras yang ada tetap bisa tersenyum, tetapi hanya senyum simpul. Dibandingkan dengan tertawa, rautnya lebih menyiratkan seseorang yang sedang menahan pedih.
Jalur penyeberangan tersebut dulu sempat menjadi primadona masyarakat yang hendak ke Madura dari Surabaya. Semua itu sebelum si molek Jembatan Surabaya - Madura (Suramadu) beroperasi. Sekarang Ujung - Kamal tampak seperti anak buangan; terpinggirkan.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan pihaknya sudah mengajukan permohonan agar operasional Ujung - Kamal diberi ‘multivitamin’. Vitamin penambah darah yang dimaksud tidak lain adalah subsidi sejumlah tertentu.
“Saya tidak tahu tepatnya berapa kisaran subsidi yang seharusnya diberikan, tapi subsidi ini pun prinsipnya sukar diberikan,” tuturnya kepada Bisnis, belum lama ini.
Soekarwo menyatakan betapa sulit mengoperasikan angkutan penyeberangan Ujung - Kamal. Faktor keterisian penumpang yang semakin sepi membuat para penyedia kapal memilih hengkang. Mereka tidak mampu menanggung biaya operasional yang besar pasak daripada tiang.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah mengusulkan agar pemerintah pusat mengubah status angkutan penyeberangan Ujung - Kamal dari komersial menjadi jalur pelayanan. Tujuannya agar rute itu bisa mendapatkan subsidi seperti yang diaspirasikan pengusaha angkutan penyeberangan.
“Tapi subsidi itu kan berupa uang. Prinsipnya, ini baru bisa disubsidi kalau tidak ada alternatif tetapi ini kan ada alternatif, yakni Suramadu. Makanya sulit,” kata Soekarwo. Kepala Dinas Perhubungan dan LLAJ Jawa Timur Wahid Wahyudi menambahkan seandainya subsidi dikabulkan, nafas Ujung - Kamal yang sekarang tersengal bisa menjadi lebih lega.
“Bagaimana pun Ujung - Kamal pernah jadi penyeberangan terpadat di dunia,” ucapnya.
Faktor keterisian kapal feri di Ujung-Kamal sebelum Suramadu lahir sempat menyentuh 80% - 90%. Sekarang kereterian kapal (load factor) yang bisa diraup para perusahaan pelayaran swasta tinggal 30% - 40%. Yang berkurang tidak hanya penumpang orang tetapi juga barang atau kendaraan.
Wacana soal kucuran subsidi untuk Ujung - Kamal berangkat dari suara pengusaha. Pelaku usaha jasa penyeberangan di rute itu meminta pemerintah segera menggelontorkan dana public service obligation (PSO) setidaknya untuk mengoperasikan tiga kapal.
BUTUH SUBSIDI
Khoiri Soetomo, Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Jawa Timur, mengatakan tiga unit kapal yang disubsidi merupakan jumlah paling minim.
Kapal yang masih beroperasi sekarang tinggal empat unit kapal. Sebelum ada jembatan jalan tol Suramadu kapal yang beroperasi di Ujung – Kamal mencapai 18 unit plus satu unit cadangan. Adapun waktu tunggu sekarang sekitar 24 menit dari sebelumnya dua menit.
“Subsidi kepada tiga kapal merupakan jumlah paling sedikit dengan asumsi satu perusahaan pelayaran disubsidi untuk satu kapal,” ucap Khoiri. Idealnya, di penyeberangan itu diisi enam kapal, masing-masing perusahaan pelayaran mengoperasikan dua unit.
Jumlah perusahaan pelayaran yang beroperasi di rute Ujung – Kamal sekarang ada tiga. Mereka adalah PT ASDP Indonesia Ferry yang mengoperasikan KMP Gajah Mada dan KMP Tongkol, PT Darma Lautan Utama yang meng operasikan KMP Joko Tole, dan PT Jembatan Nusantara yang mengoperasikan KMP Selat Madura 1.
Kepala PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Tanjung Perak Surabaya Elvi Yoza menuturkan pihaknya setiap tahun merugi Rp15 miliar. Saat ini, ASDP semakin terbebani dalam mengoperasikan penyeberangan Ujung – Kamal.
Perseroan meminta pemerintah daerah berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar segera mencarikan solusi bagaimana seharusnya Ujung – Kamal diperlakukan. Bila terus seperti ini, imbuhnya, mau tak mau ASDP kemungkinan akan menutup layanan kapal di lintasan itu.
Apabila ditanyakan kepada nurani ASDP, Elvi menyatakan perusahaan sudah tak sanggup. Mungkin tidak ada salahnya jika penyeberangan itu ditiadakan saja. Namun, nurani masyarakat barangkali berkata berbe. Dan secara prinsip ASDP tak tega kalau Ujung - Kamal ditutup.
Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya menghubungkan penyeberangan ke Pelabuhan Kamal di Bangkalan, Madura. Dua pelabuhan ini dikelola oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Sejak ada Suramadu pada 2010, ASDP menyatakan sukar tetapi perseroan terus bertahan. “Sekarang kami hidup segan mati tak mau,” tuturnya.
PENYEBERANGAN UJUNG--KAMAL: Hidup Segan, Mati Tak Mau
Diibaratkan manusia, jalur penyeberangan Ujung di Surabaya dan Kamal di Madura, Jawa Timur, seperti seorang yang hidup enggan tetapi mati pun tak mau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Fatkhul Maskur
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
14 menit yang lalu
Prospek Emiten Properti: Dimanja PPN DTP, Tertampar Daya Beli Masyarakat
10 jam yang lalu
Di Balik Aksi Lo Kheng Hong Borong Puluhan Juta Saham PGAS
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
1 jam yang lalu
Industri Petrokimia Menanti Momentum Pemulihan Tekstil
7 jam yang lalu