Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menetapkan 4 poin kebijakan dalam Paket Ekonomi Jilid XI, Selasa (29/3/2016).
Keempat kebijakan tersebut menyasar implementasi fasilitas pembiayaan usaha rakyat ekspor lengkap dan terpadu. Kemudian, penerbitan Dana Investasi Real Estate (DIRE) untuk meningkatkan efisiensi dalam penyediaan dana investasi jangka panjang untuk menunjang percepatan pembangunan infrastruktur dan perumahan.
Langkah ini diikuti oleh pemberian fasilitas Pajak Penghasilan final berupa pemotongan tarif hingga 0,5% dari tarif normal 5% kepada perusahaan yang menerbitkan DIRE dan penurunan tarif BPHTB dari maksimum 5% menjadi 1% bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset DIRE.
Dua kebijakan lainnya adalah pembentukan Indonesia Single Risk Management (ISRM) untuk menekan dwelling time menjadi 3,7 hari 2016 dan kurang dari 3 hari pada 2017, serta dan menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Berikut daftar lengkap dan poin-poin kebijakan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XI:
1. Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor (KURBE)
- Menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor yang lengkap dan terpadu untuk modal kerja dan investasi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
- Menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor yang lengkap dan terpadu untuk modal kerja (Kredit Modal Kerja Ekspor/KMKE) dan investasi (Kredit Investasi Ekspor/KIE) bagi UMKM.
- Penyaluran pembiayaan kepada skala UMKM yang berorientasi ekspor (UMKM Ekspor), dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI (Indonesia Eximbank).
- Menetapkan tingkat suku bunga sebesar 9% p.a efektif (tanpa subsidi).
- Menetapkan batas maksimal pembiayaan yang dapat diberikan:
Mikro : maksimal plafon sebesar Rp 5 Miliar.
Kecil : maksimal plafon sebesar Rp 25 Miliar (dengan ketentuan maksimal KMKE sebesar Rp 15 Miliar).
Menengah : maksimal plafon sebesar Rp 50 Miliar (dengan ketentuan maksimal KMKE sebesar Rp 25 Miliar).
- Jangka Waktu KURBE paling lama 3 tahun untuk KMKE dan/atau 5 tahun untuk KIE.
- Sasaran utama adalah supplier/plasma yang menjadi penunjang industri dan industri/usaha dengan melibatkan tenaga kerja yang cukup banyak sesuai dengan skala usahanya.
2. Dana Investasi Real Estate (DIRE)
Menerbitkan DIRE dengan biaya yang relatif rendah dalam rangka peningkatan efisiensi dalam penyediaan dana investasi jangka panjang untuk menunjang percepatan pembangunan infrastruktur dan perumahan sesuai Program Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.
Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final dan tarif BPHTB selama beberapa tahun melalui:
- Penerbitan Peraturan Pemerintah mengenai Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Real Estat Dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu yang mengatur pemberian fasilitas Pajak Penghasilan final berupa pemotongan tarif hingga 0,5% dari tarif normal 5% kepada perusahaan yang menerbitkan DIRE.
- Penerbitan Peraturan Pemerintah mengenai Insentif dan Kemudahan Investasi di Daerah yang antara lain mengatur penurunan tarif BPHTB dari maksimum 5% menjadi 1% bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset DIRE.
- Penerbitan Peraturan Daerah (Perda) bagi daerah yang berminat untuk mendukung pelaksanaan DIRE di daerahnya.
3. Pengendalian Risiko untuk Memperlancar Arus Barang di Pelabuhan (Indonesia Single Risk Management - ISRM)
Mempercepat pelayanan kegiatan impor/ekspor yang dapat memberikan kepastian usaha, efisiensi waktu dan biaya perizinan, serta menurunkan dwelling time melalui peningkatan efektifitas pengawasan melalui integrasi pengelolaan risiko diantara Kementerian/Lembaga terkait.
- Mewajibkan semua Kementerian/Lembaga untuk mengembangkan fasilitas pengajuan permohonan perizinan secara tunggal (single submission) melalui Portal INSW untuk pemrosesan perizinan.
- Menetapkan penerapan Indonesia Single Risk Management dalam sistem INSW dengan melakukan penerapan identitas tunggal dan penyatuan informasi pelaku usaha dalam kegiatan ekspor impor, sebagai base profile risiko dan single treatment dalam pelayanan perizinan masing-masing Kementerian/Lembaga.
- Untuk tahap awal meluncurkan model single risk management dalam platform single submission antar BPOM dengan Bea dan Cukai yang diperkirakan dapat menurunkan dwelling time terhadap produk-produk bahan baku obat, makanan minuman, dan produk lain yang membutuhkan perizinan dari BPOM dari 4,7 Hari menjadi sekitar 3,7 Hari pada bulan Agustus 2016.
- Mewajibkan penerapan single risk management pada Agustus 2016, dan diperluas penerapannya untuk beberapa Kementerian/Lembaga seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, sehingga pada akhir tahun 2016, diharapkan dapat berpengaruh pada penurunan dwelling time menjadi 3,5 Hari secara nasional.
- Menetapkan single risk management agar diterapkan secara penuh pada seluruh Kementerian/Lembaga penerbit perizinan ekspor/impor, sehingga akan mendorong tingkat kepatuhan Indonesia terhadap WTO Trade Facilitation Agreement menjadi 70% serta dapat menurunkan dwelling time menjadi kurang dari 3 Hari pada akhir Tahun 2017.
4. Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (Alkes)
Menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan mendorong keterjangkauan harga obat di dalam negeri.
Menerbitkan Instruksi Presiden kepada Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk mempercepat kemandirian dan daya saing industri obat dan alat kesehatan dalam negeri. Pokok-pokok Instruksi Presiden sebagai berikut:
- Penyusunan road map dan action plan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan.
- Pengembangan riset sediaan farmasi dan alat kesehatan.
- Peningkatan ketersediaan bahan baku natural dan kimia dasar dan komponen pendukung industri farmasi dan alat kesehatan.
- Penyusunan kebijakan yang mendorong investasi industri farmasi dan alat kesehatan (a.l. membuka Daftar Negatif Investasi yang lebih terbuka bagi penanaman modal asing, yaitu untuk bahan baku obat dari 85% menjadi 100% untuk penanaman modal asing).
- Peningkatan kemampuan BUMN farmasi dan alat kesehatan (a.l. sinergitas BUMN, finasial, teknologi, dan Sumber Daya Manusia).
- Penyusunan kebijakan perdangangan dalam negeri dan luar negeri yang mendukung pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan (a.l. e-catalogue, standar obat di rumah sakit dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penggunaan produk dalam negeri).
- Penyusunan kebijakan fiskal untuk industri farmasi dan alat kesehatan (a.l. pembebasan atau penuranan bea masuk, tax holiday, tax allowance).