Bisnis.com, JAKARTA — Produsen rokok di dalam negeri menyatakan meningkatnya peredaran rokok ilegal di Indonesia akibat tingginya tarif cukai yang ditetapkan pemerintah, di tengah daya beli masyarakat yang rendah.
Muhaimin Moeftie, Ketua Harian Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), mengatakan peredaran rokok ilegal juga menekan penjualan pabrik rokok. Selain itu, pangsa pasar rokok legal juga tergerus.
“Rokok ilegal ini menyaingi rokok dengan harga tidak terlalu mahal di daerah-daerah. Hingga saat ini penjualan rokok nasional masih rendah akibat daya beli yang turun, serta semakin banyaknya kawasan bebas rokok,” tuturnya kepada Bisnis, Kamis (17/3/2016).
Oleh karena itu, lanjutnya, produsen memperkirakan penerimaan cukai rokok pada tahun ini tidak akan mencapai target akibat tingginya kenaikan cukai, penurunan daya beli, serta periode penerimaan cukai yang hanya 12 bulan dibandingkan tahun lalu 14 bulan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, jumlah penindakan terhadap peredaran rokok ilegal setiap tahun meningkat. Lebih detil, pada 2013 tercatat 641 kasus peningkatan rokok ilegal, kemudian 2014 sebanyak 902 kasus dan tahun lalu 1.232 kasus.
Adapun pada Januari 2016 DJBC sudah menindak sekitar 78 kasus peredaran rokok ilegal. “Kami menelusuri asal rokok ilegal dari pasar hingga ke produsennya. Kami juga bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk kampanye tidak membeli rokok ilegal,” ujar Kasubdit Hubungan Masyarakat DJBC Haryo Limanseto.
Survei Universitas Gadjah Mada menunjukkan peningkatan pelanggaran berdasarkan jumlah rokok yang beredar dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2010 jumlah pelanggaran meningkat 6,19%, 2012 naik 8,04% dan 2014 naik 11,73%.
Kajian UGM per Desember 2015 menyimpulkan penindakan rokok ilegal pada 2015 memberikan pengaruh positif terhadap produksi rokok legal sebesar 5,3%. Frekuensi penindakan yang optimal berdampak pada peningkatan produksi dan berkontribusi terhadap peningkatan penerimaan.
Hasan Aoni Aziz, Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), mengatakan secara rata-rata kenaikan cukai untuk seluruh jenis rokok pada tahun ini mencapai 11,2%, sementara khusus rokok putih kenaikan sebesar 13%-16,5%.
“Kami perkirakan pertumbuhan industri rokok pada tahun ini turun 1% dibandingkan tahun lalu yang menurut data Kementerian Perindustrian mencapai 6,43%. Penurunan produksi tentu berimbas pada penerimaan negara. Tetapi mungkin Maret sudah naik lagi,” ujarnya.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan realisasi penerimaan cukai per akhir Februari hanya senilai Rp2,27 triliun, turun sekitar 87% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu senilai Rp17,3 triliun.
Menurutnya Hasan, penurunan penerimaan awal tahun juga dampak dari kebijakan PMK No.20/2015 yang mewajibkan pembayaran pita cukai pada tahun anggaran berjalan, sehingga pembayaran November-Desember yang biasanya dilakukan pada Januari-Februari ditarik pada Desember.
Kenaikan cukai 2016 yang tinggi, lanjutnya, juga mendorong produsen melakukan pembelian pita cukai besar-besaran di akhir 2015. Dengan demikian, penurunan penerimaan cukai awal tahun telah diprediksi seluruh pihak.