Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi logistik dan forwarder Indonesia (ALFI) menyatakan upaya Pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui instansi teknis terkait dalam penanganan persoalan masa inap barang atau dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta semakin efektif.
Hal itu dirasakan pengguna jasa karena terbukti dwelling time kini terus menurun hingga kurang dari empat hari.
Ketua ALFI DKI Jakarta Widijanto mengatakan,saat ini pelaku usaha forwarder maupun pemilik barang impor sudah memiliki komitmen yang sama dalam mempercepat lalu lintas barang ketimbang harus terkena tarif progresif penumpukan peti kemas impor 900% mulai hari kedua yang berlaku sejak 1 Maret 2016 di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Sejak diberlakukan tarif progresif penumpukan itu, kini perusahaan Forwarder selaku yang mewakili pemilik barang dituntut kerja lebih cepat dalam proses pengurusan pengerjaan dokumen maupun delivery barang keluar pelabuhan.Karena itu kami juga berharap Kementerian dan Lembaga (KL) terkait dapat mempercepat kinerja khususnya terhadap penyelesaian dokumen barang impor kategori larangan pembatasan atau lartas,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (15/3/2016).
Dia juga mengatakan, pengenaan denda penumpukan sebesar Rp5 juta/kontainer mulai hari ke empat sebagaimana diwacanakan Menko Kemaritiman Rizal Ramli justru tidak ada landasan hukumnya dan menakutkan pemilik barang.
"Jika denda Rp5 juta ini yang terjadi tidak ada pemilik barang yang mau masuk Priok," ungkapnya.
Widijanto menambahkan, peran Cikarang Dry Port (CDP) sebagai port destination kargo impor dalam menjaga dwelling time dan kepadatan Pelabuhan Tanjung Priok juga memberikan alternatif bagi pemilik barang meskipun pengawasan terhadap kegiatan perpindahan atau angkut lanjut dengan dokumen pabean BC.1.1A dari Priok ke CDP tersebut perlu ditingkatkan.
Widijanto juga menyampaikan bahwa pernyatan dari asosiasi logistik indonesia (ALI) yang menyebutkan pemerintah gagal dan salah langkah dalam penanganan dwelling time di Pelabuhan Priok sangat tendensius dan berbau politis sehingga justru tidak memberikan solusi pemikiran yang jitu.
Menurut dia, kapasitas ALI hanya sebagai komunitas pemerhati bidang logistik dan bukan representasi dari perusahaan atau pelaku bisnis logistik nasional yang terjun langsung dalam proses bisnis jasa kepelabuhanan dan angkutan laut di pelabuhan Tanjung Priok.
“Kami perusahaan forwarder yang merasakan langsung di lapangan bagaimana dampak suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait dwelling time itu. Saat ini rasanya sudah banyak kemajuan, tetapi kalau tidak juga pasti kami kritisi. Ini kan fair, jadi jangan semua kebijakan pemerintah selalu dianggap keliru,”paparnya.
Alfi, kata dia, juga sudah menyediakan layanan pengaduan persoalan perusahan forwarder dan logistik terkait agar bisa ditindaklanjuti langsung oleh instansi berwenang dalam proses percepatan arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Ini merupakan bagian dari komitmen pelaku usaha turut andil secara langsung dalam mengurai kendala yang ada di lapangan,” paparnya.
Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok Jakarta Bay M.Hasani mengatakan instansinya memantau pergerakan dwelling time di Pelabuhan Priok secara real time dengan perangkat informasi dan teknologi (IT) yang sudah disiapkan di Kantor OP Tanjung Priok.
“Setiap saat pergerakan dwelling time yang terintegrasi dengan data base instansi terkait lainnya maupun pengelola terminal peti kemas di pelabuhan Priok itu kini sudah bisa di pantau, dan kami siapkan petugas khusus untuk itu, dan sampai sekarang berjalan kondusif,” ujarnya kepada Bisnis, (15/3/2016).
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldi Ilham Masita menyatakan pemerintahan Joko Widodo gagal mengatasi masalah dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, kendati Presiden sudah mengganti Menteri Koordinasi Bidang Maritim.
Menurut Zaldi, penyelesaian masalah dwelling time yang menjadi penyakit kronis sejak sepuluh tahun lalu tidak kunjung tuntas.
“Penyebab masalah dwelling time ini tidak tuntas penyelesaiannya karena obat yg dipakai selama ini salah. Dunia usaha sudah memberikan obat yang benar , tapi tidak dijalankan oleh pemerintah dan BUMN,” tudingnya.