Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia mendesak Badan Pusat Statistik mengklarifikasi pernyataannya terkait pelonjakan impor gandum yang diakibatkan oleh konsumsi terigu untuk makanan dan minuman.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pelonjakan impor gandum sebesar 86,53% pada Januari 2016 dari tahun sebelumnya, membuat kaget Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo).
Pasalnya, data Aptindo menyebutkan bahwa kenaikan konsumsi terigu nasional pada Januari 2016 dibanding tahun sebelumnya hanya sebesar 3,8% atau sekitar 475.500 ton.
Makanya perlu diluruskan dan diperjelas oleh BPS terkait penyebab melonjaknya impor gandum ini. Mustahil kenaikan impor gandum tersebut untuk konsumsi terigu atas makanan berupa roti dan mie serta makanan lain yang berbasis tepung terigu, kata Ketua Aptindo Fransiscus Welirang, Jumat (19/2/2016).
Lagi pula, impor gandum nasional tercatat turun 0,3% dari 2014 hingga 2015, sama halnya dengan penurunan yang terjadi pada konsumsi terigu nasional sebesar 2,2% di tahun yang sama. Dia menjelaskan bahwa pelonjakan impor gandum tersebut merupakan akibat dari peningkatan kebutuhan industri pakan ternak.
Senada dengan Aptindo, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) turut memaparkan bahwa kenaikan impor gandum seperti yang dimaksud BPS adalah dampak dari dibatasinya arus impor jagung oleh pemerintah.
Akibatnya harga jagung semakin mahal dan langka, sehingga industri pakan ternak beralih ke bahan baku yang lebih murah seperti gandum. Inilah yang perlu diperjelas oleh BPS agar jangan menyesatkan sehingga muncul himbauan agar mengurangi konsumsi mie, roti, dan lainnya, ujar Fransiscus.
Secara year on year (yoy), impor gandum industri pakan ternak mengalami kenaikan sebesar 3.080,9%. Kenaikan impor gandum oleh industri pakan ternak, lanjutnya, mengalami kenaikan pada periode Oktober sampai Desember, masing-masing sebesar 616.8%, 659,1%, dan 84,8%.