Bisnis.com, JAKARTA - Pasca aksi restrukturisasi pabrik Panasonic dan Toshiba tidak lantas membuat pemerintah pesimistis akan pertumbuhan industri elektronik. Pemerintah memprediksi industri elektronik tumbuh tipis 2,5%.
Nilai investasi pada industri elektronika dan telematika dinyatakan tumbuh hingga US$6,6 miliar pada 2015 naik dari US$5,9 miliar pada tahun sebelumnya. Ekspor elektronik masih cukup tinggi di angka US$ 9 miliar pada 2012-2015, bahkan pada 2012 mencapai US$ 11 miliar. Hal ini mengartikan Indonesia masih menarik untuk menjadi basis produksi industri elektronik.
Trennya tidak cukup gemilang tapi masih tumbuh 2,5%. Dari sisi investasi yang dibagi tiga kategori menjadi elektronika, telematika, dan komponen dari 2012-2015 masih tumbuh sekitar 25, kata Zakiyudin, Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian dalam jumpa pers pada Jumat (5/2/2016).
Ke depannya, dengan sifat industri elektronik yang cepat berubah mengikuti perkembangan teknologi, Kemenperin mendorong perusahaan multinasional untuk memperkuat pengembangan penelitian dan pengembangan (R&D) di Indonesia.
"Kemenperin tengah menggodok rencana melalui test deductible untuk mendatangkan R&D karena ini instrumen yang sangat efektif. Pusat multinasional harus diperkuat dengan litbang supaya survive," terangnya.
Haris Munandar, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) mengatakan bahwa Kemenperin sudah melihat tanda-tanda kelemahan Jepang dalam menjalankan industri elektronik home appliance-nya karena sifat Jepang yang lama dalam mengambil keputusan.
"Bukan hanya Toshiba yang kalah cepat dalam menangkap atau mengembangkan teknologi elektronika. Pesaing utamanya Korea Selatan dan China. Mereka kalah bersaing," katanya.