Bisnis.com, MALANG - Luas lahan pertanian di Kota Malang, Jawa Timur, dari tahun ke tahun terus berkurang karena dialihfungsikan, dan banyak petani padi berpindah ke usaha lain, misalnya menjadi pengolah hasil pertanian.
Kepala Dinas Pertanian Kota Malang Hadi Santoso mengatakan lahan pertanian, khususnya sawah padi berkurang akibat petani beralih profesi dan menjual sawah ke orang yang kemudian mendirikan pabrik atau perumahan.
Luas lahan sawah yang ditanami padi pada 2015 mencapai 942 hektare atau hampir 50 persen dari luasan baku sawah yang mencapai 1.912 hektare. Namun, pada awal tahun ini luasan baku sawah yang ditanami padi hanya tinggal 926 hektare.
"Pengurangan jumlah petani padi terbanyak karena mereka memilih beralih profesi. Setelah menjual lahan, mereka bekerja sebagai pengolah hasil pertanian. Pendapatan dari pekerjaan baru dinilai lebih tinggi ketimbang saat menjadi petani," kata Hadi Dantoso di Malang, Minggu (31/1/2016).
Sementara itu, para petani padi juga menghadapi masalah upah buruh tani yang semakin meningkat. Dengan hasil panen yang stagnan, bertani dianggap tidak lagi menguntungkan, ujarnya.
Melihat kondisi itu, Dinas Pertanian sudah mengucurkan bantuan alat mesin pertanian untuk kelompok tani agar mengurangi biaya operasional, termasuk menekan ongkos buruh tani. Dengan adanya mesin pertanian ini, biaya produksi bisa ditekan hingga 40%.
Selain itu, Dinas Pertanian juga memberikan subsidi harga pupuk sebesar Rp500 per kilogram.
"Jadi meski hasil panen stagnan, seharusnya mereka masih bisa menuai keuntungan karena ada pengurangan biaya produksi dari alat mesin pertanian. Alat pertanian itu bisa menyelesaikan pekerjaan dalam lima jam, dengan perbandingan apabila dikerjakan tenaga manusia memerlukan waktu hingga 2--3 hari," ujarnya.
Meski Dinas Pertanian sudah memberikan bantuan untuk meringankan beban biaya operasional (penggarapan), jumlah petani di daerah itu terus menyusut, termasuk kelompok pertanian padi.
Pada 2015, kelompok pertanian padi yang tercatat di Dinas Pertanian setempat sebanyak 28 kelompok, namun pada awal 2016 sudah berkurang lima kelompok tani karena membubarkan diri.
Jumlah aggota kelompok tani rata-rata 30 orang. "Mereka merasa ada pangsa pasar lain yang lebih bagus dan menjanjikan ketimbang tetap bertani, apalagi para petani sebelumnya juga mendapatkan pelatihan yang materinya berkaitan dengan hasil olahan pertanian," ucapnya. ()