Bisnis.com, Jakarta--Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menggali potensi nilai ekonomi keanekaragaman hayati yang ditafsir mencapai Rp3.134 triliun yang bisa menjadi sumber pendapatan baru.
Jumlah alokasi anggaran pemerintah untuk pengembangan dan pengelolaan hayati hanya 0,38% dari rata-rata total belanja negara sehingga butuh peran investor dalam upaya pemanfaatan hayati yang berkelanjutan.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Endah Murniningtyas mengatakan benefit sharing tengah dikaji untuk penelitian dan kerja sama pemanfaatan sehingga tidak perhitungan nilai investasi tidak merugikan pemerintah.
Pola kerja sama yang akurat ini menanggapi berlakunya Protokol Nagoya yang mengatur akses sumber daya genetika dan pembagian keuntungan secara adil yang berlaku di 50 negara termasuk Indonesia.
"Bentuknya seperti apa, harus menguntungkan kita, kalaupun bukan dalam bentuk rupiah, ya bisa berupa akses karena asalnya (hayati) dari kita, ucapnya, di Jakarta, Rabu (21/1/2016).
Pencarian dana terus digenjot karena pada periode 2010-2020, anggaran pembiayaan pengelolaan hayati diperkirakan meningkat menjadi US$725,4 juta per tahun. Dia menuturkan hayati merupakan sumber baku industri dan pariwisata yang diproyeksikan dapat menyerap ratusan ribu tenaga kerja.
Kontribusi terbesar pada potensi nilai ekonomi hayati berasal dari biomasa pangan sebesar 42,7%, disusul oleh sumber kayu dan hasil hutan bukan kayu sebesar 34,5%. Sementara, jasa kultural wisata keindahan alam hanya 0,02% dan hayati sebagai sumber bahan obat, kesehatan dan kosmetika sebesar 0,1%.
"Jadi kita butuh investor dari masyarakat, kalau bisa investornya dalam negeri supaya manfaatnya untuk kita semua,"katanya.