Bisnis.com, JAKARTA Lembaga pangan internasional memprediksi Indonesia belum akan terlepas dari cengkraman impor beras pada tahun ini. Lembaga-lembaga tersebut bahkan memprediksi impor beras Indonesia meningkat pada 2016.
Dalam laporan bertajukRice Market Outlookyang dipublikasikan US Department of Agriculture pada akhir pekan lalu, diungkapkan bahwa Indonesia diprediksi masih akan mengimpor beras hingga total 2 juta ton selama 2016.
Laporan tersebut mengungkapkan Indonesia dan Filipina merupakan dua negara di Asia Tenggara yang realisasi impor berasnya akan meningkat tahun ini. Adapun, total impor beras tersebut juga termasuk beras industri yang rata-rata diimpor Indonesia sekitar 50.000-100.000 ton per tahun.
USDA memprediksi kendati luasan tanam padi Indonesia akan bertambah dan konsumsi per kapita masyarakat akan beras cenderung menurun, impor akan tetap dilakukan untuk pengamanan stok beras dalam negeri.
Lembaga tersebut menggarisbawahi sejumlah negara pun telah memiliki kesepakatan resmi untuk mengekspor beras ke Indonesia seperti Thailn dan Vietnam. Adapula Pakistan, yang optimistis dalam watu dekat akan mengekspor berasnya ke Indonesia.
Adapun, proyeksi impor 2 juta ton tersebut telah termasuk beras dari Thailand dan Vietnam yang belum direalisasikan secara penuh oleh Perum Bulog. USDA memperhitungkan total realisasi impor 2 juta ton tersebut berdasarkan jadwal pengapalan dari Thailand dan Vietnam.
Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti mengatakan lembaga tersebut telah merealisasikan impor beras sebanyak 800.000 ton. Beras impor sudah masuk total 800.000 ton. Sisanya akan dimasukkan secara bertahap, ujar Djarot belum lama ini.
Seperti diketahui, pemerintah memutuskan mengimpor beras sebanyak 1,5 juta ton untuk via Perum Bulog untuk dijadikan cadangan beras nasional dan penyaluran rastera. Pertimbangan utama impor ini adalah kemunduran masa tanam akibat cuaca kering.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Sentosa menyampaikan Indonesia masih sulit melepaskan diri dari impor beras. Pasalnya, selain instrument yang dimiliki Perum Bulog belum kokoh, masa tanam padi pun mundur karena el nino.
Misalnya HPP, kalau masih tidak direvisi, maka dipastikan akan sangat sulit bagi Bulog untuk mendapatkan beras. Lalu mundur masa tanam. Kalau mundur 1,5 bulan itu potensi kehilangan produksin padinya bisa 3 juta ton, ungkap Andreas saat dihubungiBisnis,Selasa (19/1).
Untuk menjaga stok dan stabilita sharga di pasar, Andreas mengatakan tahun ini impor beras masih menjadi opsi. Dia mengingatkan pemerintah untuk menjaga stok nasional sehingga lonjakan harga beras seperti yang terjadi tahun lalu tidak terulang kembali.