Bisnis.com, JAKARTA—Pada dua tahun terakhir masih ada 70% paket pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah belum transparan. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mencatatkan pada 2014 nilai pagu lelang sebesar Rp310 triliun dan pada 2015 meningkat menjadi Rp316 triliun.
Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Ikak Gayuh Patriastomo mengatakan potensi pengadaan oleh berbagai institusi pemerintahan bisa mencapai Rp1.000 triliun setiap tahun. Namun, 70% paket pengadaan barang dan jasa melalui LKPP sehingga rawan korupsi.
“2015 juga hanya 30% yang di masuk sistem LKPP, yang di luar sistem itu ada potensi korupsinya. Yang jelas kalau di dalam sistem bisa dilihat,” ucapnya, di Jakarta, Senin (18/1/2016).
Dia berharap kepala negara dapat memerintahkan semua institusi pemerintahan untuk melakukan pengadaan melalui LKPP penyelenggaraan tata kelola pemerintahan lebih transparan. Selain itu, institusi yang tender secara terbuka via elektronik dapat diberikan insentif sehingga dapat mendorong transparasi anggaran.
Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya minat pengadaan secara elektronik, imbuhnya, sumber daya manusia yang tidak ahli dalam hal pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan nilai pagu lelang setiap tahun, ada sekitar 20%-30% merupakan lelang rumit seperti proyek infrastruktur dengan nilai yang besar.
Ikak menuturkan pada 2015 tidak kurang dari 600 tender paket pengadaan berujung permasalahan hukum baik perdata maupun pidana. Selain itu, masih banyak juga paket pengadaan yang masih salah administrasi.
“Pada 2014 bahkan mencapai 1.600 kasus persoalan hukum yang masuk,” katanya.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjajaran (Unpad) Idil Akbar mengatakan rendahnya minat penggunaan lelang elektronik dikarenakan ketidaktahuan mekanisme rumit yang harus dilewati. Menurutnya, proses tender harus lebih sederhana sehingga banyak institusi yang tergerak untuk lelang proyek via LKPP.
“Terkadang di daerah masih terkendala dengan SDM yang tidak mengerti sehingga seringkali salah, mereka takut melakukan kesalahan sehingga tidak dilaksanakan,” katanya.
Sebelumnya, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) berharap Pengadaan Barang dan Jasa oleh institusi pemerintah melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) diproyeksikan dapat mencapai 70% setelah tahun sebelumnya hanya dimanfaatkan kisaran 30%-40%.