Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha nasional menyatakan bahwa persaingan dalam Masyarakat Ekonomi Asean bukanlah suatu hal yang perlu ditakutkan, dengan kondisi persaingan global yang semakin terbuka.
CEO Bosowa Group Erwin Aksa menilai bahwa pelaku industri yang tidak menyiapkan diri untuk bersaing dengan pesaing dari negara lain tentunya akan sulit berkembang dengan kondisi saat ini.
“Dunia industri sudah harus siap, karena persaingan kita bukan hanya karena MEA, tapi juga persaingan dengan China yang sudah terjadi selama ini,” ujarnya pada Bisnis, Minggu (20/12/2015).
Menurutnya, selain dari sisi pelaku usaha yang menyiapakan diri, pemerintah juga harus memperketat pengawasan barang-barang yang masuk dan beredar di pasar lokal. Dia mengatakan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) akan menjadi salah satu cara untuk membantu pelaku usaha dalam bersaing di era pasar bebas tersebut.
Franky O. Widjaja, CEO Sinar Mas Agribusiness & Food, mengatakan bahwa pada pelaku usaha tentunya sudah menyiapkan diri dari sejak jauh hari agar bisa lebih kompetitif dan efisien. Sebagai pemimpin perusahaan yang bergerak di bidang sawit, dia mengatakan bahwa persoalan lingkungan juga menjadi penting dalam proses menumbuhkembangkan perusahaan.
Adapun untuk sektor farmasi, Direktur Utama PT Phapros Tbk. Iswanto menjelaskan bahwa pada dasarnya perusahaan farmasi di Indonesia masih kompetitif untuk bersaing di kancah Asean. Selain itu, adanya harmonisasi standar yang diberlakukan di seluruh Asean membuat produsen nasional bisa menjajaki pasar yang lebih luas.
“Problemnya biasanya kalau ada negara-negara yang memproteksi pasar dengan country specific, atau syarat tertentu di masing-masing negara. Tapi secara prinisp, sudah ada harmonisasi,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa Phapros sendiri akan menambah pasar ekspor ke Myanmar pada tahun depan, setelah tahun ini menjajaki Kamboja dan Vietnam. “Kami akan coba dengan produk-produk yang spesifik. Kalau untuk negara lain seperti Singapura, itu sudah multinasional. Pasti lebih kuat karena mereka perusahaan dunia. Kalau Malaysia sendiri pasarnya tidak tumbuh bagus. Vietman memang yang paling bagus,” jelasnya.
Mengenai aksi perusahaan, Erwin mengatakan pada tahun depan pihaknya akan memperkuat kondisi internal sehingga tidak merancang rencana ekspansi ke negara Asean. Menurutnya, kondisi perekonomian yang masih mengalami perlambatan tahun depan akan membuat permintaan pasar serta investasi tidak akan tumbuh pesat pada 2016.
“Kondisi perekonomian masih melambat secara global dan tentu ada dampaknya ke Indonesia. Kemungkinan kami tidak akan investasi besar dulu untuk tahun depan. Hanya melanjutkan beberapa proyek yang sudah ada. Kalau untuk yang baru, agak menahan dulu sambil melihat pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan,” jabarnya.
Franky sendiri mengatakan bahwa dalam memanfaatkan pemberlakuan MEA, perusahaannya akan mencari pasar ekspor yang lebih besar. Hanya saja, belum ada rencana untuk ekspansi dalam hal lain seperti kerja sama dengan perusahaan negara tetangga.