Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia for Global Justice meminta Pemerintah tetap memperjuangkan kepentingan pertanian Indonesia melalui pembahasan Doha Development Agenda (DDA) dalam perundingan Konferensi Tingkat Menteri ke-10 World Trade Organization di Nairobi, Kenya.
Research & Monitoring IGJ Rahcmi Hertanti mengatakan langkah mempertahankan DDA menjadi penting, karena mandat Doha yang dihasilkan dalam KTM Hongkong paska putaran Doha berisi mengenai agenda pembangunan yang pro terhadap negara berkembang.
“Penyelesaian perundingan putaran doha akan menguntungkan Indonesia,” kata Rachmi kepada Bisnis, Rabu (16/12/2015).
Kelanjutan perundingan tersebut akan sangat penting bagi sektor pertanian di Indonesia, karena di dalam DDA memuat agenda untuk melindungi pertanian negara berkembang melalui penerapan mekanismme special and differential treatment. Selain itu juga penghapusan pembatasan subsidi dalam cadangan pangan publik dan mendorong pencabutan subsidi pertanian di negara maju, yang selama ini merugikan negara berkembang.
Di sisi lain, negara maju melalui Amerika Serikat dan Uni Eropa mendesak untuk tidak melanjutkan putaran Doha. Penolakan terhadap DDA, menurut Rachmi berarti negara-negara tersebut memang tidak menginginkan agenda pembangunan yang lebih adil, tetapi memaksa untuk merundingkan isu-isu yang lebih mengakomodir kepentingan mereka.
Rachmi menyebutkan, perkembangan perundingan di WTO saat ini mengarah pada tekanan AS dan EU kepada Negara Berkembang untuk tidak lagi melanjutkan pembahasan agenda pembangunan Doha. Alasannya, mereka tidak ingin subsidi pertaniannya diganggu oleh negara berkembang, dan mengarahkan WTO pada perundingan isu Singapura.
"Isu Singapura itu upaya lama AS untuk memassifkan liberalisasi di sektor pengadaan barang pemerintah, investasi, fasilitasi perdagangan, dan aturan kompetisi. Menghentikan pembahasan DDA demi isu ini akan menjadi bencana bagi sektor pertanian Indonesia."
Rachmi mengatakan, sayangnya Menteri Perdagangan menolak untuk melanjutkan pembahasan DDA di WTO, dengan tidak ikut menyepakati proposal G33 yang meminta agar agenda DDA, khususnya isu pertanian tetap dilanjutkan pembahasannya di WTO. Proposal tersebut diajukan tepat sehari sebelum pembukaan KTM.
Perwakilan IGJ di Nairobi Priska Sabrina menilai, posisi Indonesia yang menolak pembahasan DDA akan mengancam posisi diplomatik Indonesia akibat hilangnya kepercayaan negara G33 terhadap Indonesia yang selama 20 tahun bersama-sama memperjuangkan isu pertanian.
Sementara itu, Mantan Duta Besar Indonesia untuk WTO Iman Pambagyo yang juga menjadi delegasi Indonesia di Nairobi tidak membenarkan pernyataan IGJ yang menilai bahwa Indonesia menolak melanjutkan DDA di Nairobi.
“Tidak ekstrim begitu sih posisi RI. Dasarnya kita tetap ingin DDA lanjut. Tetapi karena RI juga perjuangkan proposal G33 selaku koordinator. Ini seperti bagi-bagi tugas saja.”