Bisnis.com, SURABAYA—Kalangan pengusaha lokal diharapkan lebih berkontribusi membangun pembangkit listrik kerakyatan (LK) untuk melistriki daerah terpencil di Indonesia pada tahun depan.
Sejauh ini peran pengusaha swasta dengan skema independent power producer (IPP) dinilai masih sangat minim. Padahal elektrifikasi di daerah pelosok dan pulau terdepan tidak dapat hanya mengandalkan pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Negara atau PT PLN (Persero).
Senior Advisor Asosiasi Kontraktor Listrik Dan Mekanikal Indonesia DPP Jawa Timur Heru Subagyo mengatakan para pengusaha listrik lokal harus secepatnya bertransformasi menjadi pengembang.
Nantinya, Listrik Kerakyatan menjadi upaya diversifikasi penyediaan tenaga listrik dengan memaksimalkan energi terbarukan.
Adapun energi terbarukan dalam LK dapat berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Biogas (PLTSa)
“Tahun depan harus lebih banyak IPP [Independet Power Producer] yang bermunculan dari pengusaha lokal. Karena gak bisa kalau harus mengandalkan PLN saja. Mereka [PLN] gak bisa mengaliri listrik hingga 100% ke daerah terpencil di Jawa Timur,” kata Heru kepada Bisnis usai Seminar Nasional Ketenagalistrikan di Surabaya, Rabu (16/12/2015).
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jatim menyebutkan sebanyak 32 desa di Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Sumenep, Madura masih belum teraliri listrik per September 2015. Adapun ke-32 desa itu menaungi 1.791 rumah tangga.
Heru menekankan IPP lokal yang dikelola oleh masyarakat desa harus mampu membangun pembangkit kecil Listrik Kerakyatan dengan kapasitas mulai dari satu mega watt (MW). Listrik Kerakyatan hanya membutuhkan waktu enam bulan hingga beroperasi.
Pembangkit kecil, lanjut dia, hanya membutuhkan area 15 x 15 meter tanpa harus ada proses pembebasan lahan yang sering dikeluhkan para pengembang. Satu pembangkit diklaim mampu mengaliri listrik satu kelurahan.
“IPP lokal itu gak perlu bangun transmisi. Kalau sudah ada jaring distribusi tinggal masukan ke jaring distribusi PLN,” ujarnya.
Namun, lanjutnya, kendala yang harus ditemui IPP lokal di lapangan adalah sulitnya manembus izin masuk ke jaringan PLN.
Pihaknya mendesak pemerintah menyederhanakan skema perusahaan IPP lokal untuk masuk ke jaringan distribusi PLN.
“Pemerintah jangan mempersulit lah. Aturan bagi IPP selama ini njlimet dan ribet. Harus disederhanakan,” tegasnya.
Heru berujar semua pihak terkait sebaiknya menyosialisasikan kepada pengusaha lokal di desa untuk membangun Listrik Kerakyatan.
Hal itu dapat menjadi solusi bagi elektrifikasi, khususnya di Jawa Timur dan Indonesia Bagian Timur.
Seperti diketahui, model uji coba Listrik Kerakyatan di Indonesia baru ada dua.
Pertama adalah LK 1 di Pondok Kopi, Jakarta Timur yang berupa Hybrid PLTS 10 Kw dan PLTSa 10 Kw.
Adapun yang kedua yaitu LK 2 di Kampus STT PLN yang berupa Hybrid PLTS 3 Kw DAN PLTSa 1 Kw.