Bisnis.com, BALI – Akumulasi masih goyangnya ekonomi global serta rendahnya harga komoditas memaksa pemerintah melakukan reformasi fiskal yang mampu mengakselerasi pertumbuhan dan tingkat pemerataan.
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan langkah itu harus diambil mulai saat ini karena dalam jangka menengah Indonesia hanya bisa mengandalkan celah pertumbuhan dari dalam negeri. Pada saat yang bersamaan, pemerintah harus menekan tingkat kemiskinan dan ketimpangan yang hingga saat ini terus melebar.
“Selama ini growth tinggi, ketimpangan ikut naik. Kita mencari reformasi fiskal yang bisa mendorong pertumbuhan dan mengurangi ketimpangan. Bisa,” ujarnya dalam forum internasional bertajuk Fiscal Reform to Support Strong and Equitable Growth: Striking the Right Balance, Kamis (10/12/2015).
Menilik data Badan Pusat Statistik, tingkat ketimpangan dari tahun ke tahun menunjukkan tren pelebaran. Indeks gini ratio pada 1999 berada pada level 0,31. Sementara pada 2014, indeks tersebut bertengger di level 0,41, tidak berubah sejak 2011.
Menurutnya, akselerasi pertumbuhan ekonomi bisa sejalan dengan penekanan ketimpangan asalkan ada peningkatan kualitas belanja pemerintah. Kualitas belanja tersebut dapat dilihat dari pos bantuan sosial, subsidi listrik, dan belanja modal. Pemerintah telah memproyeksi tiga pos tersebut terhadap PDB hingga 2019.
Pasca dihapuskannya subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium akhir tahun lalu, sambung Suahasil, pemerintah akan terus meningkatkan kualitas subsidi. Alokasi subsidi listrik tahun depan hanya mencapai Rp38 triliun dari posisi saat ini Rp73 triliun.
Bahkan, pemerintah juga masih terus melakukan kajian terkait penyaluran subsidi pangan (beras sejahtera). Kendati belum ada ancang-ancang diterapkan atau tidaknya, dia berujar skema penyaluran subsidi dalam bentuk cash transfer – menurut kajian akademisi – dinilai lebih ideal.
Sejalan dengan upaya penyempurnaan skema bansos, pemerintah juga akan terus menggenjot pembangunan infrastruktur. Infrastruktur, imbuhnya, penting untuk menciptakan efisiensi bagi dunia usaha. Terlebih, stimulus fiskal akan semakin didorong mengarah pada sektor manufaktur.
Besarnya kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur mengharuskan adanya pelebaran ruang fiskal terutama dari sisi penerimaan pajak. Suahasil mengatakan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi yang sudah dijalankan tahun ini akan terus berlanjut.
Dengan paradigma peningkatan porsi penerimaan pajak lewat penjagaan investasi dan menjaga daya saing industri domestik, pemerintah tidak akan mengandalkan penerimaan dari komoditas sumber daya alam saja.
Namun, akselerasi penerimaan pajak diyakini juga belum cukup untuk mendanai semua proyek infrastruktur sehingga pemerintah menyiapkan berbagai skema pembiayaan, baik menggandeng atau melepas proyek itu ke pihak swasta.