Bisnis.com,JAKARTA—Tahun depan, diprediksi akan menjadi momentum perubahan struktural, di mana sektor swasta akan mulai berperan signifikan dalam membangun fondasi ekonomi yang produktif dan mendorong ekspor, dengan memanfaatkan depresiasi rupiah.
Hal itu disampaikan WahyoeSoedarmono, dosen fakultas bisnis Sampoerna University dalam Seminar Indonesia Economic and Financial Sector Outlook (IEFSO) 2016 dengan tema “Mengubah Risiko Menjadi Peluang di Era Globalisasi yang Dinamis”, Kamis (10/12/2015).
“Namun, di balik potensi ini, terdapat tantangan mengingat sektor perbankan sebagai lembaga pembiayaan utama bagi investasi swasta sedang mengalami tekanan, baik dari sisi kualitas kredit ataupun likuiditas,” ujarnya.
Wahyoe juga menyebutkan utang luar negeri swasta naik hampir dua kali lipat sejak 2010, menjadi sekitar US$168 miliar pada September 2015. Akibatnya, risiko nilai tukar karena depresiasi rupiah akan semakin terlihat, khususnya saat the Fed menaikkan suku bunga acuan di Amerika Serikat dalam waktu dekat.
Oleh karena itu, kata Wahyoe, pendalaman pasar modal atau pasar obligasi domestik bagi sektor swasta tetap menjadi prioritas untuk memberikan alternatif pembiayaan sektor swasta dari dalam negeri, sehingga sektor swasta tidak terlalu terimbas oleh gejolak nilai tukar.
Selain itu, usaha-usaha mendorong intermediasi dari sektor perbankan melalui relaksasi aturan makroprudensial ataupun mikroprudensial, tetap diperlukan.
“Karena ruang ekspansi kredit oleh sektor perbankan akan terbatas seiring penerapan aturan-aturan Basel III mulai 2016,” katanya.
Ali Setiawan, Managing Director Head of Global Markets HSBC Indonesia mengatakan depresiasi rupiah terhadap dolar AS saat ini lebih disebabkan oleh beberapa faktor struktural domestik.
Misalnya, ekspor yang masih didominasi oleh barang komoditas yang sedang melemah dan sentimen eksportir yang mengurangi penjualan mata uang asing terhadap rupiah, serta impor barang konsumsi yang terus meningkat.
“Faktor tersebut menyebabkan banyaknya dolar AS yang digunakan oleh sektor swasta untuk pembayaran impor, membayar utang luar negeri dan membayar dividen,” kata Ali.
Kemudian, dia juga menilai bahwa untuk prospek ekonomi tahun depan masih akan terpengaruh pada ekonomi Tiongkok yang cenderung masih melambat.