Bisnis.com, JAKARTA – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengusulkan agar otoritas restorasi lahan gambut diserahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, alih-alih membentuk Badan Restorasi Ekosistem Gambut.
Direktur Kehutanan Bappenas Basah Hernowo menilai pembentukan Badan Restorasi Ekosistem Gambut (BREG) akan tumpang tindih dengan kewenangan sejumlah kementerian dan memboroskan keuangan negara. Apalagi, BREG dirancang bersifat ad hoc sehingga membutuhkan koordinasi dengan berbagai instansi.
“Kalau ad hoc kan butuh koordinasi yang kuat sekali. Sebaiknya urusan restorasi dan rehabilitasi diserahkan kepada teman-teman KLHK dan koordinasinya diserahkan ke menteri koordinator,” katanya saat dihubungi Bisnis.com.
Basah mengatakan KLHK telah memiliki direktorat jenderal yang menangani masalah pengendalian iklim dan gambut. Dia juga mengingatkan penanganan gambut tidak semata merestorasi kawasan yang rusak, teteapi juga area yang sudah dikonversi untuk perkebunan dan pertanian.
“Kalau ini kan domain Kementerian Pertanian juga karena menyangkut masalah data dan pemanfaatan lahan gambut,” tuturnya.
Bappenas, kata Basah, pada 2010 pernah membuat kajian tentang solusi penanganan masalah gambut. Setelah itu, pemerintah juga menerbitkan PP No. 71/2014 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Gambut sebagai payung hukum untuk ekosistem gambut.
Atas dasar itu, dia menilai regulasi sudah memadai untuk menangani lahan gambut, termasuk yang terbakar. “Kalau dibentuk badan restorasi lagi ini juga menyangkut banyak hal dari kelembangaan, sumber daya manusia, penganggaran, hingga regulasi,” tuturnya.
KLHK memang telah mewacanakan pembentukan BREG yang akan melakukan restorasi dan rehabilitasi 2 juta hektare (ha) lahan gambut yang rusak selama lima tahun. Kementerian itu mengestimasi dibutuhkan biaya Rp30 triliun–Rp54 triliun untuk kegiatan restorasi, baik dari segi hidrologi maupun vegetasi.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan BREG akan mengkoordinasikan instansi-instansi pemerintah terkait a.l. Kementerian Pekerjaan Umum dan Bappenas. Badan tersebut juga akan diisi oleh kalangan aktivis dan akademisi.
Basah Hernowo mengakui Bappenas telah beberapa kali ikut dalam rapat pembahasan BREG. Kendati menilai kurang efektif, dia menjamin Bappenas siap terlibat dalam badan tersebut. “Kalau nanti jadi, kami sebagai bawahan ikut saja,” katanya.
Di tempat terpisah, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman meminta pemerintah melakukan kajian yang matang sebelum membentuk BREG. Dia berpendapat lahan rusak lebih baik dikonversi untuk kegiatan pertanian dan perkebunan ketimbang direstorasi oleh negara.
“Kita juga bisa manfaatkan lahan itu untuk tujuan diversifikasi. Biar jangan hanya monokultur seperti lazimnya saat ini,” katanya di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, Irman juga menyoroti kebutuhan dana restorasi yang mencapai lebih dari Rp50 triliun. Dia pun mengajak pemerintah dan pelaku usaha untuk mengutamakan pencegahan melalui tata kelola gambut sehingga tidak rentan terbakar.
Saat ini, diperkirakan ada sekitar 15 juta–20 juta hektare (ha) lahan gambut di Tanah Air. Himpunan Gambut Indonesia (HGI) mencatat ada 6 juta ha lahan gambut yang cocok dijadikan lahan perkebunan dan hutan tanaman. Namun, baru sekitar 4 juta ha saja yang digunakan untuk dua aktivitas tersebut.
Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sekitar 8,3 juta ha gambut berada di wilayah konsesi. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menaksir lahan gambut yang terbakar dari Juli-Oktober 2015 mencapai 620.000 ha dari 2,1 juta ha total hutan dan lahan terbakar.