Bisnis.com, JAKARTA--Potensi kerugian negara dalam kasus PT Pelindo II selama kepemimpinan RJ Lino mencapai Rp30 triliun atau lebih besar dari kasus Bank Century yang hanya Rp6,7 triliun.
Anggota Pansus Pelindo II DPR, Sukur Nababan mengatakan bahwa potensi kerugian yang spektakuler itu menunjukkan fakta yang berlawanan dengan apa yang disebut Dirut PT Pelindo II bahwa perusahaan plat merah itu meraih keuntungan.
Bahkan politisi PDIP itu mengatakan, perpanjangan kontrak JICT yang diberikan Pelindo II kepada HPH (Hutchison Port Holdings), merupakan skandal besar dalam sejarah Indonesia.
"Ini jelas perampokan. Ini skandal yang lebih dahsyat dari kasus Bank Century," ujar Sukur.
Sukur pun menjelaskan potensi kerugian dan keganjilan dalam kasus Pelindo II. Menurutnya, pada kontrak I, Pelindo II menetapkan HPH, perusahaan milik Taipan Hong Kong, Li Ka-shing itu, menjadi operator JICT periode 1999-2019.
Dalam kontrak pertama, Pelindo II berhak atas royalti sebesar 15% dari pendapatan. Sementara, HPH berhak atas technical knowhow sebesar 14,08% dikalikan laba setelah dikurangi pajak (laba bersih).
"Saat kontrak pertama, komposisi sahamnya, Pelindo II 48,9 persen, HPH 51 persen dan kopegmar (koperasi pegawai maritim) 0,1 persen," terang Sukur.
Alih-alih menunggu masa kontrak habis, Dirut Pelindo II RJ Lino justru meneken perpanjangan kontrak HPH pada 2014. Padahal, kontraknya baru rampung pada 2019.