Bisnis.com, ANTALYA--Pemerintah China akan menambah nilai dari bilateral currency swap arragement (BCSA) menjadi US$20 miliar atau Rp270 triliun (kurs Rp13.500 per dolar AS), yang dapat digunakan untuk dukungan likuiditas di dalam negeri.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinpinh fokus menindaklanjuti pertemuan sebelumnya. Salah satu komitmen yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut adalah penambahan kerja sama untuk dukungan likuiditas Indonesia menjadi US$20 miliar.
"China akan menambah US$20 miliar. Jumlah ini bagus sekali, apalagi ditambah dengan invetsasi yang datang nanti akan memberikan dampak kepada arus uang dan modal masuk," katanya usai menghadiri KTT G-20 di Antalya, Turki, Senin (15/11/2015).
Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan, mengatakan sebelumnya China telah menyatakan komitmennya untuk memberikan US$15 miliar dalam bilateral currency swap arrangement. Akan tetapi, dalam pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Presiden Xi Jinping disepakati untuk menambah nilainya menjadi US$20 miliar.
Bambang menuturkan dana tersebut dapat digunakan untuk penguatan cadangan devisa dan bersifat stand by. Dana tersebut baru akan digunakan apabila Bank Indonesia merasa perlu, agar dapat memperbaiki nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Seperti diketahui, mulai tahun depan pemerintah akan mendorong penggunaan mata uang selain dollar AS dalam perdagangan Indonesia dengan China. Kebijakan ini menjadi upaya memperkuat cadangan devisa dan mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS.
Langkah tersebut merupakan kesepakatan dalam perpanjangan bilateral currency swap arrangement (BCSA) pada 1 Oktober 2013 antara Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dan Gubernur Peoples Bank of China, Zhou Xiaochuan.
Perjanjian itu berlaku setiap tiga tahun dan dapat diperpanjang kembali. Dengan kesepakatan itu, Indonesia dan China sebenarnya sudah bisa menggunakan mata uang selain dollar AS dalam perdagangannya saat ini.