Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ATURAN KIK DIRE TERBIT: Status 'PKP Berisiko Rendah' Berlaku per 12 Masa Pajak

Penetapan status pengusaha kena pajak berisiko rendah dalam skema kontrak investasi kolektif dana investasi real estate berlaku per 12 masa pajak.
Kantor Ditjen Pajak/Ilustrasi-Bisnis.com
Kantor Ditjen Pajak/Ilustrasi-Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Penetapan status pengusaha kena pajak berisiko rendah dalam skema kontrak investasi kolektif dana investasi real estate (KIK DIRE) berlaku per 12 masa pajak.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 200/PMK.03/2015 tentang Perlakuan Perpajakan Bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang Menggunakan Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu dalam Rangka Pendalaman Sektor Keuangan.

Dalam beleid tersebut, penghitungan masa berlaku dimulai sejak masa pajak pengusaha kena pajak (PKP) ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah. Adapun, penetapannya dipatok dalam jangka waktu 15 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.

“Apabila jangka waktu penetapan sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah berakhir [12 masa pajak], pengusaha kena pajak dapat menyampaikan permohonan kembali untuk ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah,” bunyi pasal 8 ayat (1) yang dikutip Bisnis.com, Minggu (15/11/2015).

Seperti diberitakan sebelumnya, special purpose company (SPC) dalam skema KIK DIRE yang memiliki status PKP berisiko rendah diberikan fasilitas pendahuluan kelebihan pajak atas pajak pertambahan nilai (PPN).

Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mencontohkan ketika SPC membeli properti, akan dipungut PPN 10% oleh pemilik properti. PPN ini, sambungnya, merupakan pajak masukan bagi SPC sehingga bila dalam laporan PPN SPC lebih bayar – pajak keluaran yang lebih kecil dari pada pajak masukan – maka restitusinya akan diberikan melalui fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

Ketentuan pengembalian pendahuluan ini sudah diatur dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang Undang PPN yang mengacu pada pasal 17C Undang-Undang KUP.

Turunan dari aturan ini yakni PMK No.198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.

Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak harus didasarkan pada analisis risiko yang pedomannya ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Analisis risiko itu harus mempertimbangkan perilaku dan kepatuhan WP, baik dari kepatuhan penyampaian SPT, pelunasan utang pajak, dan kebenaran SPT untuk masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sebelum-sebelumnya.

Kendati demikian, dalam PMK No. 200/PMK.03/2015 dinyatakan keputusan penetapan sebagai PKP berisiko rendah bisa dinyatakan tidak berlaku apabila:

Pertama, terhadap PKP dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan.

Kedua, terhadap PKP dilakukan pemeriksaan dan ternyata hasil pemeriksaan diketahui PKP tidak menjalankan skema KIK tertentu.

Tidak berlakunya status PKP berisiko rendah itu sejak diterbitkannya surat perintah pemeriksaan bukti permulaan pada kondisi pertama.

Selain itu, sejak ditandatanganinya berita acara hasil pemeriksaan pada kondisi kedua.

“Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat pemberitahuan pencabutan penetapan pengusaha kena pajak sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah,” demikian amanat pasal 9 ayat (3).

Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Irawan mengatakan dengan adanya fasilitas pendahuluan kelebihan pajak, PPN yang dibayar dapat direstitusi oleh SPC dalam jangka satu bulan.

Dalam pasal 9 PMK No.198/PMK.03/2013, Dirjen Pajak menerbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan PPN paling lama memang satu bulan sejak permohonan diterima secara lengkap.

Seperti diketahui, perubahan ketentuan terkait KIK DIRE ini masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid V yang diluncurkan pemerintah.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan fasilitas kemudahan restitusi itu memang menjadi salah satu bagian dari kebijakan yang akan diberikan.

Selama ini, KIK DIRE dan SPC dianggap sebagai dua entitas yang terpisah sehingga dua-duanya dianggap sebagai subjek pajak, terutama dalam hal pajak penghasilan (PPh).

Dengan ketentuan baru KIK DIRE ini, dua entitas itu dianggap menjadi satu karena SPC dibentuk untuk menampung sementara aset yang akan diinvestasikan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper