Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai harus mengkaji kembali keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang menyetop pemberian izin usaha di lahan gambut. Pasalnya, ada luasan lahan gambut yang potensial ditanami, terutama yang kondisinya memang sudah rusak.
Pakar Manajemen Lahan Institut Pertanian Bogor (IPB) Supiandi Sabiham mengatakan lahan gambut merupakan asset tanah yang dapat dimanfaatkan, tetapi pemerintah perlu menata lahan yang memang untuk dikonservasi dan lahan yang memang sudah rusak yang dapat digunakan untuk usaha.
“Saya kira gambut merupakan aset yang bisa dimanfaatkan, selain ada yang bisa dikonservasi. Tanah mineral juga seperti itu, ada yang bisa digunakan ada yang tidak. Kalau ditutup [seluruhnya] itu akan mengurangi peluang-peluang bisnis terutama sektor sawit,” jelas Supiandi, Kamis (12/11/2015).
Menurutnya, keputusan pemerintah untuk menyetop pemberian izin, bahkan melarang realisasi investasi pada lahan gambut yang sudah diberikan izinnya, merupakan keputusan yang terlalu dini mengingat pemerintah belum melakukan pemetaan secara spesifik atas lahan gambut yang mungkin masih dapat digunakan untuk usaha.
Untuk itu, dia merekomendasikan pemerintah untuk dapat berhati-hati dalam memutuskan kebijakan tersebut.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya sebelumnya menyampaikan kebijakan pengambilalihan lahan gambut menjadi KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) oleh pemerintah akan dituangkan dalam peraturan pemerintah.
Keputusan tersebut merupakan upaya pemerintah menyikapi kebakaran hutan dan lahan yang selalu terjadi setiap tahun. Saat ini, KLHK setidaknya masih mengurus berkas pemeriksaan 41 perusahaan yang terindikasi melakukan pembakaran hutan.
Menurut data yang dimiliki Supiandi, saat ini ada 1,2 juta hektare lahan gambut yang telah ditanami komoditas kelapa sawit dari total lahan gambut Indonesia yaitu seluas 14,9 juta hektare. Adapula 5-6 juta hektare lahan sawit yang statusnya hutan atau sekitar 40%-nya.