Bisnis.com, JAKARTA – Penghiliran produk petrokimia perlu diperkuat, guna meningkatkan nilai tambah serta sebagai upaya mengoptimalkan cadangan gas alam hingga melebihi 300%.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian Harjanto menjelaskan bahwa dengan penghiliran, nilai tambah terhadap produk dasar akan berlipat ganda. Selain itu, juga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja dan memberi sumbangsih pajak yang lebih besar terhadap negara.
“Gas itu kan terbatas ketersediaannya. Kalau cuma LNG [liquified natural gas], dengan 2 triliun cubic feet, hanya bisa bertahan 12 tahun. Tapi kalau dilakukan penghiliran menjadi metanol atau polyproline, bisa sampai hampir 40 tahun,” ujarnya di sela-sela acara Refining and Petrochemical Innovation Conference, Rabu (11/11/2015).
Dia mencontohkan, pemanfaatan paraksilin untuk membuat produk garmen maupun karpet bisa membuat nilai olahan petrokimia tersebut menjadi US$150.000 per ton, dari produk hulu yang hanya memiliki nilai US$1.500 per ton.
“Kami juga ingin agar industri petrokimia terintegrasi dari hulu hingga hilir. Turunannya petrokimia itu banyak sekali, baik dari polyproline atau polyethylene. Kalau tidak dikelola sampai hilir, barang impor yang masuk,” katanya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Aromatik, Olefin dan Plastik (Inaplas) Suhat Miyarso mengatakan bahwa gagasan ini didukung oleh rencana Pertamina yang akan membangun sekitar empat hingga delapan kilang, termasuk untuk kebutuhan industri petrokimia.
“Pertamina juga menegaskan akan membangun kilang, selain untuk kebutuhan BBM, juga sudah mulai memikirkan untuk petrokimia. Ini bagus sekali. Jadi dari sekarang, mereka sudah mempunyai rencana untuk membangun kilang yang terintegrasi dengan industri petrokimia,” jelasnya.
Saat ini, kebutuhan bahan baku industri petrokimia nasional mencapai 4,2 juta ton per tahun. Adapun pasokan dari industri dalam negeri hanya berkisar 2 juta ton. Lebih detail, dari kebutuhan polipropilena yang mencapai 1,5 juta ton per tahun dan polietilena sebesar 1,3 juta ton per tahun hanya bisa dipenuhi 50% dari dalam negeri.