Bisnis.com, JAKARTA— Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia mempertanyakan landasan pemerintah memberikan perlakuan berbeda dalam penetapan kenaikan tarif cukai rokok untuk segmen sigaret putih mesin pada tahun depan.
Muhaimin Mufti, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), mengatakan dari target cukai hasil tembakau senilai Rp139 triliun pada 2016, cukai rokok segmen sigaret putih mesin (SPM) ditetapkan naik paling tinggi hingga 16,47%.
“Kenapa kami diperlakukan berbeda. Jika dihitung, rata-rata kenaikan SPM adalah 15% dan yang paling tinggi yakni golongan 1 sebesar 16,47%. Sementara SKM (sigaret kretek mesin) golongan satu hanya 15,66%, rata-ratanya pun sekitar 13,5% lebih rendah dari SPM,” tuturnya kepada Bisnis.
Menurutnya, perlakuan berbeda kepada SPM telah dialami beberapa tahun terakhir. Sebagai contoh, penerapan cukai rokok untuk golongan satu antara SKM dan SPM sebelumnya telah selisih Rp10 per batang, dengan adanya kenaikan ini menjadi Rp15 per batang.
Dengan demikian, pada tahun depan harga SPM golongan 1 naik Rp70 per batang dan golongan 2A naik Rp35 per batang. Dengan adanya kenaikan ini, sejumlah konsumen diprediksi akan beralih ke varian produk yang menawarkan harga rendah.
Secara keseluruhan volume produksi rokok tidak terlihat turun, karena terjadi down trading di mana konsumen beralih kepada rokok baru berharga rendah. Namun, jika standar harga terlampau tinggi, maka konsumen dengan daya beli paling rendah berpotensi menggunakan rokok ilegal.
Data terakhir yang didapat Gaprindo dari Universitas Gadjah Mada, lanjutnya, menyebutkan peredaran rokok ilegal di Indonesia mencapai 11%. Untuk itu, produsen rokok berharap daya beli masyarakat tahun depan meningkat seiring dengan realisasi belanja pemerintah yang akan dipercepat.
“Harapan hanya disitu. Jika lihat sekarang ekonomi lesu, kemudian tren industri rokok secara keseluruhan turun hingga 15%. Tahun depan kami akan kencangkan ikat pinggang terlebih dahulu sambil mengamati pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.
Inovasi produk untuk menurunkan harga rokok, lanjutnya, sulit dilakukan produsen. Pasalnya, berdasarkan peraturan yang berlaku, suatu perusahaan atau pabrik tidak boleh mengeluarkan rokok jenis baru dengan harga lebih rendah dari yang telah diproduksi.
Di sisi lain, impor tembakau Indonesia pada tahun depan diperkirakan sulit ditekan. Pasalnya, kendati sebagian besar bahan baku berasal dari lokal, namun, beberapa jenis produk membutuhkan campuran tembakau yang belum dapat diproduksi di dalam negeri.
Selain itu, produksi tembakau nasional masih belum mampu memenuhi permintaan industri. Pada tahun ini misalnya, kebutuhan tembakau berkisar 330.000 ton sementara produksi dalam negeri tidak sampai 200.000 ton.
Sebelumnya (Bisnis, 10/11/2015), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan secara resmi merilis tarif cukai rokok 2016 untuksegmen SPM mengalami kenaikan tertinggi yakni 16,47%.
Selain SPM, kenaikan tarif cukai juga meliputi dua jenis rokok lainnya yakni SKM dan sigaret kretek tangan (SKT). Dalam hal ini segmen SKT mengalami kenaikan paling rendah yakni mulai dari 0% hingga 12%.
Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan tarif terbaru yang berlaku efektif 2016 ini sudah memperhitungkan masukan dari berbagai pihak yakni produsen rokok, petani tembakau serta kelompok pro kesehatan.
“Sehingga rata-rata kenaikan tarif cukai tahun depan sebesar 11,19%. Persentase paling rendah tetap berada di segmen SKT karena sektor ini paling banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan segmen SKM dan SPM,” ujarnya.