Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian menyatakan dari 15 peraturan yang masuk program deregulasi, saat ini tersisa enam beleid yang belum selesai diperbaiki.
Haris Munandar N., Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kemenperin, mengatakan belum selesainya perbaikan enam regulasi ini karena terjadi perubahan format penyusunan peraturan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
“Pada dasarnya seluruh poin peraturan yang masuk dalam program deregulasi telah selesai, hanya tengah disusun ulang karena ada perubahan format dari Kemenkumham. Semangat deregulasi ini untuk menghapus hambatan dan mempermudah aktivitas industri,” ujarnya, Senin (9/11/2015).
Dalam deregulasi satu peraturan pemerintah dan 14 peraturan menteri perindustrian, lanjutnya, Kemenperin tidak menghapus konsep dasar dan tujuan utama dari dikeluarkannya peraturan tersebut. Deregulasi yang dilakukan tidak boleh menjadikan Indonesia sebagai importir.
Misalnya, Kemenperin tidak menerapkan post audit pada barang-barang yang berpotensi membahayakan konsumen, seperti mengandung racun dan sejenisnya. Penerapan self assessment oleh importir hanya berlaku untuk barang yang dikategorikan aman.
Dalam hal post audit yang dilakukan oleh lembaga survei tunjukan pemerintah, tuturnya, biaya pemeriksaan akan dibebankan kepada importir produsen. Besaran biaya pemeriksaan tidak boleh memberatkan industri.
Selain itu, dalam program deregulasi ini pemerintah juga mengundur sejumlah penerapan SNI wajib produk, seperti SNI wajib blok kaca, minyak goreng sawit dan lainnya. Kemenperin mengklaim deregulasi yang dilakukan tidak akan memberatkan industri.
Adapun peraturan yang tengah dideregulasi seperti peraturan pemerintah tentang sarana penunjang pengembangan industri, Permenperin No. 15/M-IND/PER/3/2014, Permenperin No. 68/M-IND/PER/8/2014 dan Peraturan Direktur Jenderal BIM No. 03/BIM/PER/1/2014.
Kemudian, Pencabutan Permenperin No. 35/2015 tentang Perubahan atas Permenperin No. 87/2013 tentang Pemberlakuan SNI minyak goreng sawit secara wajib, revisi Permenperin No. 34/M-IND/PER/4/2007 dengan menghilangkan kewajiban pendaftaran dan pemeriksaan teknis kaca pengaman kendaraan bermotor non SNI.
Revisi Permenperin No. 44/M-IND/PER/4/2011 jo Permenperin No. 04/M-IND/PER/1/2010 dengan menghilangkan kewajiban pendaftaran dan pemeriksaan teknis kaca lembaran non SNI, revisi Permenperin No. 50/M-IND/PER/6/2014 dengan menghilangkan kewajiban pendaftaran tipe dan pemeriksaan teknis cermin kaca non SNI.
Revisi Permenperin No. 82/M-IND/PER/8/2012; Permenperin No. 83/M-IND/PER/8/2012, dan Permenperin No. 84/M-IND/PER/8/2012 dengan menghilangkan kewajiban surat pertimbangan teknis dan pemeriksaan teknis keramik non SNI dan lainnya.
Sebelumnya, Henry T. Susanto, Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia, mengatakan pengunduran SNI wajib kaca untuk bangunan dan blok kaca dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 83/M-IND/PER/9/2015 akan mempermudah impor barang berkualitas rendah dari China.