Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah membuka ruang pengusahaan sistem pengusahaan air minum (SPAM) oleh swasta melalui Peraturan Pemerintah tentang SPAM yang merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi VI.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan terdapat kekosongan payung hukum pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.85/PUU-XI/2013 yang mencabut UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air. Pasalnya, Undang-Undang No. 11/1974 tentang Pengairan kembali berlaku dengan enam prinsip batasan yang dirumuskan MK.
Untuk memberikan kepastian di bidang pengusahaan SPAM oleh swasta, pemerintah menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang SPAM sebagai bagian dari Paket Kebijakan VI yang diumumkan Kamis (6/11) di Kantor Presiden.
Dalam RPP tersebut, pemerintah membuka kesempatan untuk penyelenggaraan SPAM kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Unit Pelayanan Teknis (UPT)/Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD), kelompok masyarakat, dan swasta.
Namun, swasta hanya boleh menyelenggarakan SPAM untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Itupun harus mengacu pada dua norma utama.
Pertama, investasi swasta harus mencakup kegiatan di Unit Air Baku, Unit Produksi, dan Unit Distribusi. Kedua, pengelolaan SPAM oleh swasta mencakup kegiatan unit air baku dan unit produksi.
"Dua norma tersebut membuka ruang atau kesempatan kepada swasta dengan tetap memastikan bahwa swasta tidak menguasai keseluruhan sub sistem penyelenggaraan SPAM," imbuhnya.
Selanjutnya, RPP SPAM mengatur bahwa BUMN/BUMD dapat melakukan kerjasama dengan swasta dalam pengusahaan SPAM. Syaratnya, BUMN/BUMD memegang Surat Izin Pengambilan Air (SIPA) sebagai bukti kehadiran negara.
Kendati telah menyusun beleid baru, penyelenggaraan SPAM yang dilakukan melalui mekanisme kerjasama antara Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD dengan swasta sebelum berlakunya RPP SPAM dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian kerjasama.