Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Kuat Tanggung Biaya Produksi, 47 Perusahaan Tekstil Relokasi ke Jateng

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengakui terdapat 47 industri tekstil merelokasi pabrik ke Jawa Tengah, karena konversi lahan dan biaya produksi terus melonjak.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani (kiri) meninjau ruang produksi pabrik tekstil dan produk tekstil PT Semarang Garment, Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (10/6/2015), didampingi Vice President Kukdong Corporation Indonesia Steve Kim./Bisnis-Pamuji T. Nastiti
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani (kiri) meninjau ruang produksi pabrik tekstil dan produk tekstil PT Semarang Garment, Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (10/6/2015), didampingi Vice President Kukdong Corporation Indonesia Steve Kim./Bisnis-Pamuji T. Nastiti

Bisnis.com, SEMARANG - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengakui terdapat 47 perusahaan tekstil yang merelokasi pabrik ke Jawa Tengah, karena konversi lahan dan biaya produksi yang terus melonjak.

Ketua Dewan Pembina API Benny Sutrisno mengatakan relokasi itu telah dilakukan oleh para pengusaha secara bertahap pada tahun sebelumnya. Menurutnya, sejumlah pengusaha tekstil menganggap Jateng merupakan wilayah potensial untuk pengembangan industri padat karya ini. 

Data API per Agustus 2015 menyebutkan 47 perusahaan itu menyerap tenaga kerja sebanyak 70.000 orang. Di sisi lain, API juga menerima pengaduan dari 17 perusahaan tekstil perihal rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masal hingga keluhan mengenai biaya produksi yang membengkak akibat kebijakan pemerintah. 

“Jadi ada industry [tekstil] yang lahir dan mati. Namun masih banyak yang lahir. Laporan terakhir kami sebanyak 26.000 tenaga kerja yang di PHK, sementara perekrutan tenaga kerja baru bisa mencapai 70.000 orang lebih,” terangnya di sela-sela acara sosialisasi Desk Khusus Investasi sektor tekstil dan sepatu di Semarang, Kamis (15/10/2015).

Menurutnya, perusahaan yang melakukan PHK dinilai tidak bisa berdaya saing baik dari segi produksi maupun tuntutan buruh yang menghendaki kenaikan upah. Selain itu, adanya konversi lahan menjadi bisnis properti dan café membuat pengusaha tekstil hengkang dari lokasi tersebut.

“Ya, mereka pilih lokasi yang secara investasi lahan tidak mahal. Pilihan salah satunya di Jawa Tengah ini. Adapula yang menutup perusahaan dan lahannya dijadikan perumahan serta café. Kebanyakan dari Jawa Barat, terutama di Bandung,” ujarnya. 

Dalam kesempatan itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan, wilayah Jateng merupakan salah satu daerah yang menjadi pilihan investor terutama industri padat karya yakni industri tekstil dan sepatu.

Menurut data BKPM, realisasi investasi sektor tekstil di Jateng selama semester I/2015 senilai Rp2,4 triliun dari 72 proyek yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 25.800 orang. 
“Jumlah itu menjadikan Jateng sebagai provinsi dengan realisasi investasi tekstil terbesar di Indonesia,” terang Franky.  

Pihaknya berharap investor baru dan existing di wilayah berpenduduk 33,5 juta jiwa ini dapat berkembang, sehingga berkontribusi besar dalam menyerap tenaga kerja. Terlebih, ujarnya, serapan tenaga kerja sektor bisa mencapai 6,5 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya. 

Secara nasional BKPM merilis data nilai investasi di sektor tekstil pada semester I/2015 mencapai Rp3,9 triliun atau naik 58% dibandingkan periode sama tahun lalu. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Khamdi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper