Bisnis.com, JAKARTA--Otoritas pajak menegaskan pemberlakuan pengampunan pajak (tax amnesty) tidak mencakup penghapusan sanksi pidana umum lainnya jika dijalankan akhir 2015 hingga 2016.
Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan skema pengampunan yang diusulkan Ditjen Pajak hanya mencakup pidana pajak. Sementara pidanan umum di luar pajak menjadi kewenangan aparat penegak hukum lain sehingga butuh kesepakatan lebih luas di tingkat nasional.
"Kami usulkan dari pajak saja. [Pengampunan nasional] itu bukan dari kami, "ujarnya ketika ditemui dalam tax gathering, Senin (12/10/2015).
Sejalan tidak masuknya unsur pidana di luar pajak, sambung Sigit, data pajak yang didapat dalam program tax amnesty tidak bisa digunakan untuk bukti pidana umum lainnya. Dengan demikian, wajib pajak (WP) dijamin dari sisi keamanan data.
Dalam draf RUU Pengampunan Nasional yang per 1 Oktober 2015 sudah dibahas di Baleg DPR, orang pribadi atau badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Nasional memperoleh fasilitas dibidang perpajakan berupa pertama, penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana dibidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan yang belum diterbitkan ketetapan pajaknya.
Kedua, tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sebelum UU diundangkan.
Ketiga, jika orang pribadi dan badan sedang dikenai pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum UU Pengampunan Nasional diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan tersebut dihentikan.
Tidak hanya itu, menilik pasal 10 draf tersebut, selain memperoleh fasilitas dibidang perpajakan, orang pribadi dan badan memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia. Dengan demikian, extraordinary crime lain seperti korupsi dan tindak pidana pencucian uang masuk.
Sigit mengaku upaya tax amnesty kali ini dilakukan untuk menambal lubang penerimaan pajak terutama pada 2015. Hingga saat ini, pemerintah masih memperkirakan adanya shortfall selisih antara realisasi dan target penerimaan pajak Rp120 trilun untuk tahun ini.
Adapun besaran tarif uang tebusan yang diusulkan dalam draf RUU bersifat gradual sesuai dengan waktu pelaporan. Untuk pelaporan akhir tahun ini, tarif tebusan sebesar 3%. Sementara untuk pelaporan semester I dan II tahun depan, masing-masing sebesar 5% dan 8%.