Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SWASEMBADA PANGAN: Pemerintah Diminta Hati-Hati Soal Beras

Pemerintah diminta untuk hati-hati dalam mengambil langkah terkait beras dimana beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo menyatakan impor beras masih belum akan dilakukan kendati stok beras yang dimiliki Perum Bulog hanya sebesar 1,8 juta ton.
Beras/JIBI-Dedi Gunawan
Beras/JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA -  Pemerintah diminta untuk hati-hati dalam mengambil langkah terkait beras dimana beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo menyatakan  impor beras masih belum akan dilakukan kendati stok beras yang dimiliki Perum Bulog hanya sebesar 1,8 juta ton.

"Paling tidak, ada (stok). Yang harus dipertimbangkan adalah mohon (pemerintah) hati-hati, jika nanti ternyata Vietnam dan Thailand tidak bisa memasok. Pada saat kita memerlukan barangnya tidak ada," kata Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi, saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Stok beras yang dimiliki oleh Perum Bulog saat ini sebanyak 1,8 juta ton, terbagi dari 1,1 juta ton merupakan stok beras sejahtera (rastra) dan sebanyak 700.000 ton merupakan beras premium. Stok tersebut diperkirakan akan cukup hingga enam bulan kedepan.

Sementara sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah masih belum memutuskan untuk melakukan impor beras pada Minggu (27/9), namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla pada kesempatan sebelumnya, Jumat (25/9), menyampaikan bahwa akan ada impor beras sebanyak 1,5 juta ton.

Menurut Bayu, dengan pemerintah menegaskan bahwa importasi masih belum akan dilakukan dikarenakan stok yang dimiliki Perum Bulog masih dirasa mencukupi, dirinya menyatakan bahwa sesungguhnya stok yang dimiliki tersebut belum berada pada kondisi yang aman.

"Jadi saya pikir, kondisi stok Bulog bukan kondisi yang paling aman. Situasi saat ini tidak bisa dianggap ringan," kata Bayu.

Ia menjelaskan, dalam stok Bulog tersebut ada pembagian antara stok beras sejahtera atau beras raskin dengan cadangan beras pemerintah (CBP) yang bisa dipakai untuk Operasi Pasar (OP). Pemerintah diharapkan mencermati terkait stok rastra dan juga CBP yang saat ini masih kosong.

"Sudah disediakan dalam APBN akan tetapi belum direalisasikan. Jika nanti direalisasikan, berarti Bulog harus mengisi CBP dengan jumlah besar pada situasi paceklik. Saya kira, ini harus betul-betul diperhatikan oleh pemerintah dalam mengambil keputusan," kata Bayu.

Jika Bulog harus mengisi CBP dari dalam negeri, lanjut Bayu, pemerintah harus benar-benar memperhatikan dalam pengambilan keputusan karena nantinya Bulog akan bisa menjadi sumber inflasi.

"Bulog itu (nantinya) menjadi justru sumber inflasi, jika berasnya datang dari dalam negeri. Bulog membeli (beras) itu selalu menjadi indikator untuk masyarakat, dan kita lihat saat ini harga sudah mulai bergerak naik," kata Bayu.

Ia menambahkan, sesungguhnya harga komoditas pada pasar dunia mengalami penurunan, namun untuk beras yang ada di dalam negeri malah merangkak naik dan sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah dalam mengambil langkah berikutnya.

"Outlook kita menunjukkan bahwa harga komoditi dunia itu menurun. Sehingga bagi kami yang mempelajari ekonomi pertanian timbul sesuatu yang agak anomali. Di dunia harga turun, dan kecenderungan turun, akan tetapi harga di Indonesia naik. Tentunya ini ada sesuatu yang harus kita dalami bersama," kata Bayu.

Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, harga beras medium rata-rata nasional pada Senin (28/9) mencapai Rp10.330 per kilogram, dan jika dibandingkan dengan Sabtu (29/8) harga tersebut mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp10.003 per kilogram atau sebesar 3,27 persen.

Selama satu bulan terakhir, harga beras rata-rata nasional masih berada diatas Rp10.000 per kilogram. Harga beras pada Senin (28/9) tercatat sebesar Rp10.330 dan merupakan harga tertinggi selama satu bulan terakhir. Sementara harga terendah berada pada level Rp10.003 pada bulan lalu Sabtu (29/8).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper