Bisnis.com, JAKARTA - Kini presiden terpilih Prabowo Subianto sedang menggodok susunan kabinet. Sungguh, posisi Menteri Keuangan menjadi sangat mendesak dan penting dalam menghadapi penebalan ketidakstabilan ekonomi global ke depan. Lantas, apa kriteria menteri keuangan mendatang? Apa tugas dan fungsi kementerian keuangan?
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan menyatakan bahwa Kementerian Keuangan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan kekayaan negara untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas itu, kementerian keuangan menyelenggarakan fungsi antara lain (a) perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, penerimaan negara bukan pajak, pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan negara, kekayaan negara, perimbangan keuangan dan pengelolaan pembiayaan dan rasio keuangan negara.
Selain itu, (b) perumusan, penetapan dan pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan, (c) koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan kementerian keuangan.
Kriteria untuk bisa menjadi Menteri Keuangan yang mumpuni sebagai berikut:
Pertama, memenuhi syarat sebagai menteri. Menurut UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, syarat menjadi menteri adalah (a) warga negara Indonesia, (b) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (c) setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan cita-cita proklamasi kemerdekaan.
Pasal 15 UU itu membatasi jumlah kementerian paling banyak 34. Namun, UU tersebut direvisi oleh Rancangan Undang-Undang (RUU) bahwa jumlah kementerian tak lagi dibatasi. RUU itu telah disetujui menjadi UU oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada 19 September 2024.
Baca Juga
Kedua, Menteri Keuangan wajib memiliki kompetensi tinggi lantaran tugas dan fungsi kementerian keuangan yang begitu strategis dan luas cakupannya. Oleh karena itu, menteri keuangan wajib pula memiliki pengalaman yang panjang dan luas dalam bidangnya. Artinya, jam terbang tinggi menjadi faktor kunci untuk mampu mengemban tugas yang demikian sentral seperti pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya.
Ketiga, Menteri Keuangan bukan posisi untuk coba-coba sehingga dapat diserahkan kepada seorang yang belum teruji karena tantangan begitu tinggi seperti ekonomi global yang suram. Namun, keberanian bank sentral AS The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan (The Fed Fund Rate/FFR) 50 basis poin (bps) (0,50%) menjadi 4,75—5% pada 18 September 2024 menjadi sinar harapan baru.
Apalagi, The Fed akan melanjutkan penurunan 50 bps (0,50%) pada 2024. Pemangkasan itu terus berlanjut hingga 100 bps (1%) pada 2025 dan 50 bps (0,50%) pada 2026. Sungguh, prediksi itu merupakan prospek ekonomi global yang akan lebih bersinar.
Dengan keberanian tinggi dan pertimbangan matang, sebelumnya Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan BI 25 bps (0,25%) dari 6,25% sejak April 2024 menjadi 6%. Hal itu akan menjadi sentimen positif bagi pasar modal, mendorong kenaikan pengucuran kredit perbankan dan menggairahkan sektor riil. Nilai tukar rupiah pun bakal lebih menguat terhadap US$.
Keempat, upaya bank sentral itu belum cukup. Kementerian Keuangan wajib melakukan kebijakan fiskal yang saksama. Lihat saja APBN 2025 senilai Rp3.621,3 triliun. Target pendapatan negara Rp3.005,12 triliun meliputi penerimaan perpajakan Rp2.490,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 513,6 triliun dan penerimaan hibah Rp581,1 miliar.
Sebaliknya, target belanja negara Rp3.621,3 triliun naik 8,9% dibandingkan pada 2024. Alhasil, defisit akan lebih tinggi menjadi 2,53% terhadap produk domestik bruto (PDB) mendekati ambang batas 3%.
Pertanyaannya, sejauh mana APBN itu mampu memacu pertumbuhan ekonomi dengan target pertumbuhan ekonomi 5,2% mengingat APBN merupakan motor utama pembangunan yang harus berkelanjutan? Lirik pula warisan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Kaltim yang telah menyerap anggaran Rp72,3 triliun wajib dilanjutkan. Namun, anggaran hanya Rp143,1 miliar pada 2025 yang menyiratkan rendahnya spirit untuk segera menuntaskan IKN.
Ingat kebijakan fiskal harus menantang (challenging) tetapi masuk akal (reasonable) dan terukur (measurable). Untuk itu, diperlukan Menteri Keuangan yang mempunyai integritas tinggi dalam melakukan kebijakan fiskal dan sektor keuangan. Hal itu bertujuan final untuk mencegah kebocoran APBN.
Kelima, menteri keuangan wajib seorang profesional selain memiliki kepemimpinan yang kuat (strong leadership), tidak mudah ‘masuk angin’ oleh bisikan kanan kiri yang tidak jelas.
Keenam, menteri Keuangan hendaknya bukan dari partai politik karena untuk menjaga profesionalisme. Lagi pula, hal itu bertujuan untuk menjamin peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat bukan hanya kelompok tertentu.