Bisnis.com, JAKARTA– Dua badan usaha milik negara dipastikan akan merevaluasi asetnya tahun ini dan memanfaatkan diskon tarif pajak penghasilan (PPh) final 5%.
Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito menyatakan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memang sudah dari awal meminta pengurangan tarif PPh final pada selisih lebih atas penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap dari besaran yang berlaku saat ini 10%.
“Kita belum tahu (potensi keseluruahan dari kebijakan diskon tarif ini). Namun dari hitung-hitungan yang sudah ada itu PLN Rp1,7 triliun, KAI hampir Rp0,5 triliunan. PLN dan KAI dari awal minta pengurangan,” tuturnya.
Menurutnya, kebijakan yang hanya berlaku hingga akhir tahun ini menjadi kesempatan bagi BUMN maupun perusahaan swasta merevaluasi asetnya. Pasalnya, tarif PPh final 10% yang berlaku hingga saat ini dinilai terlalu besar sehingga perusahaan enggan melakukannya.
Dari pengalamannya selama menjabat di Kantor Wilayah Pajak Wajib Pajak Besar (large tax office/LTO), hanya satu BUMN di sektor pupuk yang berani melakukan revaluasi aktiva tetap. Padahal, sambungnya, penilaian kembali aktiva tetap sangat dibutuhkan untuk menyesuaikan dengan harga aset terkini.
Dalam pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan No. 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan diamanatkan revaluasi aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan.
Revaluasi juga dilakukan pada aktiva tetap selain berwujud tanah yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Revaluasi aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap, ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang memperoleh izin dari Pemerintah.
Sigit berujar langkah kebijakan yang akan diterbitkan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini menjadi salah satu instrumen otoritas untuk menggenjot penerimaan pajak. Pasalnya, sekitar 3,5 bulan hingga akhir tahun, otoritas pajak harus mengumpulkan sekitar Rp521,3 triliun di pos pajak nonmigas.
Dari jumlah tersebut, sekitar Rp290,6 triliun diperkirakan akan dikumpulkan dari langkah atau kegiatan rutin Ditjen Pajak (DJP). Sisanya, yakni Rp230 triliun menjadi upayaextra effort. Extra effort itu meliputi imbauan Rp118,6 triliun, ekstensifikasi Rp20 triliun, pemerintah dan penagihan Rp29,1 triliun, penyidikan Rp1 triliun, dan WP Besar Rp62 triliun.