Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menyatakan Indonesia dan anggota G-20 lainnya tidak akan melakukan devaluasi nilai tukar rupiah mengikuti langkah People Bank of China (PBOC) memutuskan untuk mendevaluasi mata uang yuan.
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengatakan negara-negara G-20 menyepakati tak akan melakukan devaluasi mata uang untuk menaikan competitiveness barang ekspor.
"Saya hadir dalam pertemuan G-20, di mana terdapat 20 bank sentral negara terbesar, kemudian 20 menteri keuangan negara terbesar, yang berkumpul dan kita berkomitmen bahwa kita tidak akan kompetitif melakukan devaluasi nilai tukar. Jadi itu yang akan kita pegang," ujarnya di Gedung BI, Jumat (18/9/2015).
Kesepakatan tersebut nantinya akan ditindaklanjuti oleh para pemimpin negara G-20 yakni melalui pertemuan yang akan dilaksanakan pada November 2015 nanti.
Negara G-20, lanjutnya, mengerti bahwa ekonomi dunia cukup terpengaruh, ketika China melakukan devaluasi yuan.
Namun, langkah Bank Sentral China yang secara sukarela mendevaluasi mata uangnya sebesar 2% hingga 3% tersebut masih tidak menunjukkan kondisi adanya pelemahan.
Bahkan, mata uang yuan dibandingkan dengan kurs negara lain masih terlalu kuat. Meski demikian, kondisi tersebut tidak memberikan dampak pada Indonesia secara signifikan.
"Jadi kita tidak bisa mengganggap bahwa langkah mereka itu langkah untuk khusus melemahkan mata uangnya. Jadi kita kok kayaknya sepakat tidak melakukan perang nilai tukar," tutur Agus.
Seperti diketahui, negara G-20 merupakan negara yang memiliki ekonomi terbesar di dunia antara lain Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Perancis, Jerman, India,Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Britania Raya, Amerika Serikat, dan Uni Eropa