Bisnis.com, PADANG-- Pengembang perumahan di Sumatra Barat mengeluhkan rendahnya permintaan rumah komersial, sehingga penjualan anjlok hingga 50% sepanjang semester pertama tahun.
Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Sumbar Hendra Gunawan menyebut, penjualan rumah komersial di daerah itu terjun bebas akibat rendahnya permintaan yang disebabkan faktor ekonomi.Penyebabnya tentu saja tekanan ekonomi yang tidak kunjung reda.
Penjualan kami turun hingga 50%, katanya, Kamis (3/9/2015).
Serupa, Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) Sumbar, Ramal Saleh, mengakui terjadi penurunan penjualan secara signifikan sejak awal tahun. Perkiraannya, penjualan di Sumbar turun lebih dari 30%.
Dia mengungkapkan, selain perlambatan ekonomi, kebijakan pelonggaran aturan loan to value (LTV) untuk kredit perumahan juga belum mampu mendongkrak penjualan di daerah.
Menurutnya, kebijakan itu hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat yang berpenghasilan tetap atau PNS/pegawai swasta. Padahal, kebutuhan rumah bahkan lebih tinggi dari masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
"Ada ketimpangan di sini. Yang bisa dilayani perbankan untuk mendapatkan kredit rumah hanya mereka yang memiliki gaji tetap, ini tidak adil," katanya.
Padahal, imbuhnya, penjual sate atau pedagang kelontong juga mampu mendapatkan penghasilan hingga Rp200.000 per hari. Namun, mekanisme perbankan tidak memfasilitasi kemudahan kelompok tersebut untuk mendapatkan rumah.
Dia menyarankan, stimulus pemerintah berupa kemudahan akses pinjaman bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap untuk mendapatkan rumah. Baik itu melalui program rumah subsidi maupun rumah komersial.
Adapun, Data Bank Indonesia Sumbar mencatatkan kinerja pembiayaan sektor kredit pemilikan rumah (KPR) terkontraksi atau minus 8,8% (yoy) pada kuartal kedua tahun ini. Kuartal sebelumnya sektor itu masih mampu tumbuh hingga 14% (yoy).
Secara keseluruhan kredit sektor jasa keuangan, real estate dan jasa perusahaan turun 16,3% (yoy) atau tercatat Rp1,03 triliun pada kuartal kedua. Bahkan di kuartal pertama tahun ini, sektor itu terkontraksi hingga 37,9% (yoy) atau hanya Rp958 miliar.