Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah kembali menegaskan tengah mengkaji akan membuka izin ekspor mineral mentah untuk perusahaan yang telah membangun pabrik pengolahan atau smelter dengan perkembangan konstruksi minimal 30%.
Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, mengatakan untuk mendapatkan izin ekspor mineral mentah, pengusaha harus memenuhi kriteria yang dibuat pemerintah seperti kuota ekspor dan komitmen mempercepat pembangunan smelter.
“Seperti Freeport itu kan dimungkinkan untuk yang smelternya sudah jadi 30% atau lebih. Berpeluang secara bertahap mengekspor mineral mentah,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (2/9/2015).
Kriteria yang dibuat pemerintah akan mengontrol kegiatan ekspor yang dilakukan oleh perusahaan sektor pertambangan. Rencana ini atas pertimbangan penghentian ekspor mineral mentah berakibat proses pembangunan smelter berjalan lambat karena perusahaan mengalami kesulitan keuangan.
Berdasarkan dokumen yang didapatkan Bisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyusun skema relaksasi ekspor mineral dengan tujuan meningkatkan penerimaan devisa negara serta membantu cash flow perusahaan tambang yang sedang membangun smelter.
Dokumen ini menjelaskan waktu relaksasi maksimal selama satu tahun dengan syarat penerima adalah perusahaan yang telah membangun smelter dengan perkembangan konstruksi minimal 30%. Relaksasi ekspor berlaku untuk komoditas tertentu seperti nikel, bauksit dan lainnya.
Selain itu, instrumen untuk mengontrol dan mengawasi lalu lintas devisa menggunakan letter of credit (LC). Untuk mengeksekusi kebijakan ini, Kemenko Bidang Perekonomian membuat sejumlah opsi perubahan regulasi.
Pertama, pemerintah akan merevisi empat regulasi yakni PP No. 1/2014 tentang Perubahan Kedua Atas peraturan Pemerintah No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kemudian merevisi Permen ESDM No. 1/2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri. Selanjutnya, revisi Permendag No. 4/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Pemerintah juga akan merevisi Permenkeu No. 153/2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 75/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar
Dalam dokumen ini dijelaskan, revisi PP No. 1/2014 memiliki kelebihan dasar hukum yang lebih kuat, namun, membutuhkan waktu yang lama. Sementara, revisi Permen ESDM, Permendag dan Permenkeu dinilai memiliki proses yang lebih mudah.