Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri obat tradisional dan jamu menilai beberapa regulasi yang ditetapkan pemerintah mempersulit pelaku dalam melangsungkan usaha.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Jamu Dwi Ranny Pertiwi Zarman mengatakan regulasi tersebut antara lain kewajiban untuk memproduksi di kawasan industri dan untuk menyesuaikan fasilitas produksi dengan standar yang ditentukan pemerintah.
“Sekarang sudah banyak yang tutup produksi, karena tidak dapat lagi izin usaha,” ujarnya pada Bisnis baru-baru ini.
Dia menjelaskan bahwa mayoritas pelaku usaha obat tradisional bermula dari industri skali kecil yang berbasis rumah tangga, dan secara perlahan diperbesar. Adanya kewajiban untuk relokasi ke kawasan industri akan menyulitkan pelaku usaha yang umumnya berskala menengah tersebut.
“Bayangkan, apa yang sudah dibangun dengan besar, sekarang harus di pindahkan. Berapa lagi biayanya,” katanya.
Selain itu, persyaratan lain yang dinilai memberatkan ialah untuk memenuhi standar fasilitas yang ditetapkan sesuai skala industri. Dwi mencontohkan, pelaku usaha kecil dan menengah yang biasanya hanya menggunakan AC per ruangan, kini harus melengkapi fasilitas produksi dengan AC sentral.
“Kalaulah dia sudah ada di wilayah yang tepat, dia harus ubah lagi bangunannya. Sudah berapa biayanya. Kalau untuk usaha kecil yang luasnya sekitara 300 meter-400 meter, itu tidak cukup Rp1 miliar,” tambahnya.
Kendati hal tersebut diperlukan untuk menjaga kualitas, Dwi mengatakan bahwa pihaknya telah meminta toleransi atas penerapan regulasi tersebut, terutama untuk industri kecil. Menurutnya, perlu ada pemisahan antara industri kecil, sedang dan besar sehingga industri yang kecil juga tetap bisa berjalan.