Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RAPBN 2016: Target PNBP BLU Naik, Penerimaan Bea Keluar Turun

Adanya pungutan atas ekspor minyak sawit yang mulai berlaku belum lama ini membuat target pendapatan badan layanan umum (BLU) 2016 naik 53,2% dari tahun ini.
Siluet pekerja merapihkan tumpukan Kelapa Sawit di perkebunan kelapa sawit di kawasan Jawa Barat, belum lama ini. /Bisnis.com-Nurul Hidayat
Siluet pekerja merapihkan tumpukan Kelapa Sawit di perkebunan kelapa sawit di kawasan Jawa Barat, belum lama ini. /Bisnis.com-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Adanya pungutan atas ekspor minyak sawit yang mulai berlaku belum lama ini membuat target pendapatan badan layanan umum (BLU) 2016 naik 53,2% dari tahun ini.

Dalam nota keuangan dan RAPBN 2016, pemerintah mematok target penerimaan BLU yang masuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp35,4 triliun atau naik 53,2% dari target dalam APBNP 2015 senilai Rp23,1 triliun.

“Target pendapatan BLU mengalami kenaikan dengan dibentuknya BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit,” tulis pemerintah seperti dikutip Bisnis.com, Sabtu (15/8/2015).

Sementara itu, dari sisi penerimaan bea keluar (BK) yang masuk dalam penerimaan perpajakan, pemerintah menurunkan target dari Rp12,1 triliun tahun ini menjadi Rp2,9 triliun untuk tahun depan. Selain imbas dari pungutan crude palm oil (CPO) Fund lewat BLU, harga CPO diproyeksi masih di bawah threshold.

Sebelumnya, pemerintah memang mensinyalkan akan kembali menurunkan target penerimaan bea keluar tahun depan di bawah target APBNP 2015 Rp12,05 triliun sebagai imbas dari skema baru pungutan minyak sawit mentah.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan adanya skema pungutan CPO yang berlaku per 16 Juli tersebut secara otomatis berpengaruh pada hilangnya potensi penerimaan BL ketika harga komoditas ini melebihi threshold.

“Karena nanti sebagian yang mestinya kita pungut BK-nya nanti akan masuk BLU [CPO Fund]. Artinya memang [target penerimaan BK] iya lebih rendah dari pada tahun ini,” paparnya.

Seperti diketahui, tarif pengenaan BK sebelumnya diatur dengan skema persentase progresif sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 75/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea.

Dalam aturan tersebut, jika harga referensi CPO berada di bawah US$750 per ton maka tidak dikenai BK, sedangkan jika harga bergerak ke kisaran US$750 – US$800 per ton akan dikenai 7,5%. Besaran persentase akan naik per layer hingga ketika harga referensi menyentuh lebih dari US$1.250 per ton akan dikenai 22,5%.

Namun, dengan skema tarif spesifik yang berlaku pertengahan bulan ini, pungutan yang akan masuk di pos BK lebih kecil karena bersamaan dengan pungutan CPO Fund sesuai amanat PMK No. 133/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.

Pemerintah, dalam beleid tersebut, akan memungut dana perkebunan US$0-US$50 per ton atas ekspor produk sawit. Minyak sawit mentah dikutip US$50 per ton saat harganya di bawah US$750 per ton. Ketika harga di atas US$750- US$800 per ton, selain kena pungutan sawit US$50 per ton, pelaku usaha juga akan dikenai BK senilai US$3 per ton.

Artinya, pelaku usaha dipungut US$53 per ton. Jika dibandingkan dengan tarif persentase, pemerintah sebenarnya bisa mendapatkan penerimaan di pos BK senilai US$60 per ton ketika harga di level US$800 per ton.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper