Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia mendukung sikap parlemen Prancis yang beberapa waktu lalu menolak penerapan kebijakan kemasan rokok polos di negeri itu.
Penolakan tersebut diputuskan oleh Komite Sosial dalam Senat Prancis yang dipimpin oleh Richard Yung. Parlemen khawatir kampanye kemasan rokok polos bakal melanggar undang-undang hak cipta dan berpotensi mendongkrak peredaran rokok palsu.
"Prancis memang menolak kebijakan kemasan rokok polos. Sementara Singapura saat ini sedang dalam tahapan konsultasi publik," tegas Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi, dalam pernyataan tertulis yang diterima Bisnis.com.
Bila kebijakan kemasan rokok polos Singapura diloloskan, hal itu dapat merugikan industri tembakau lokal. Tahun lalu, ekspor produk tembakau Indonesia ke Singapura mencapai US$139,99 juta atau turun 9,66% dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai US$154,96 juta.
Bachrul berharap agar Singapura—yang berencana mengikuti kebijakan kemasan rokok polos Australia—untuk menunggu keputusan sengketa WTO. Jika Indonesia menang maka kebijakan kemasan polos di setiap negara bisa dipersoalkan oleh WTO.
"Kami berharap Singapura bisa menahan diri sampai dispute selesai," tandasnya.
Indonesia melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memang tengah menggugat Australia terkait kebijakan kemasan polos produk rokok. Menurut Bachrul, kemasan rokok polos mencederai hak anggota WTO yang sudah meneken perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS).
Kebijakan kemasan rokok polos yang diberlakukan Australia berimplikasi luas pada perdagangan dunia, khususnya Indonesia. Menurut dia, jika pun pemerintah setempat berdalih ingin meningkatkan kualitas kesehatan maka hal itu mesti sesuai dengan koridor WTO.
"Dan kebijakan kemasan polos bertentangan dengan TRIPS, hak paten setiap negara, di mana itu sudah diakui WTO," tegas Bachrul.
Dia mengingatkan setiap perusahaan atau industri pemegang paten berhak melindungi hak patennya. Apalagi, setiap logo produk dan bentuk diferensiasinya dihasilkan dari riset produk yang panjang.
Selain menyangkut paten, Bahcrul menegaskan kebijakan kemasan rokok polos akan berdampak kepada kehidupan petani tembakau dan industri rokok nasional. Dia mengungkapkan industri rokok menyumbang ,66% dari total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia. Adapun, devisa negara melalui ekspor tembakau pada 2013 mencapai US$700 juta.
Industri rokok juga menjadi sumber penghidupan bagi 6,1 juta pekerja, baik secara langsung dan tidak langsung, termasuk 1,8 juta petani tembakau dan cengkeh.
Pemerintah menilai kebijakan kemasan polos juga merupakan bentuk diskriminasi terhadap produk tembakau sebagai salah satu komoditas strategis Indonesia. Di sisi lain, kebijakan tersebut mampu melemahkan daya saing produk tembakau Indonesia di negara-negara yang menerapkannya.
Kemasan polos rokok merupakan salah satu bentuk pedoman yang diformulasikan dalam Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control' (FCTC) yang diusung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). FCTC sendiri dinilai oleh para petani tembakau sebagai bentuk ancaman terhadap kehidupan ekonomi mereka.