Bisnis.com, BALIKPAPAN--Bank Indonesia menyatakan Sumatra dan Kalimantan merupakan wilayah yang paling terkena imbas atas jatuhnya harga komoditas nonmigas, yang ditandai perlambatan pertumbuhan ekonomi di dua daerah tersebut.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara mengatakan salah satu penyebab jatuhnya harga komoditas nonmigas, seperti batu bara, crude palm oil (CPO), dan karet, akibat perlambatan perekonomian China, sehingga berimbas terhadap perlambatan ekonomi daerah, utamanya di Sumatra dan Kalimantan.
“Sumatra dan Kalimantan kondisinya sama. Dua daerah ini sangat tergantung pada komoditas. Faktor eksternal sangat besar. China merupakan pembeli terbesar komoditas pertambangan Indonesia,” kata Mirza pada Temu Media dalam rangkaian rapat koordinasi antara Bank Indonesia, pemerintah pusat dan pemerintah daerah se-Kalimantan di Hotel Gran Senyiur, Balikpapan, Senin (10/8/2015).
Dia menjelaskan pertumbuhan ekonomi di sebagian daerah pada kuartal II/2015 mengalami perlambatan, utamanya di Sumatra dan Kalimantan.
Pada kuartal II tahun ini, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur mengalami kontraksi sebesar - 0,25% dibandingkan dengan periode yang sama 2014 (year on year/y-o-y). Kondisi yang sama juga dialami Riau dengan pertumbuhan ekonomi -2,6%. Secara nasional pada kuartal II/2015, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,67% secara (y-o-y).
“China melambatkan perekonomiannya, mengurangi pengeluaran. Setelah tumbuh 12% pada 2007, kini trennya turun dan sampai sekarang di kisaran 7%. Korelasi ekonomi Indonesia dan China besar sekali, sekitar 0,6%,” ujar Mirza.
Dia mengakui cukup sulit harga komoditas akan kembali menanjak kembali ke level posisi tahun 2007 maupun 2011. “Karena sama saja mengharapkan ekonomi China kembali ke 12%. Lebih baik kita realistis. Bahwa harga komoditas nonmigas akan naik dari level sekarang sangat mungkin. Bisa kembali naik, meski tidak signifikan,” ungkapnya.
Dia berharap pemerintah daerah melakukan diversifikasi sektor usaha, seperti pengembangan sektor manufaktur dan sektor-sektor baru yang potensial, serta mulai mengurangi ketergantungan pada komoditas.
“Di Kalimantan misalnya, sektor pariwisata potensial dikembangkan yang ditunjang dengan infrastruktur. Butuh komitmen dan waktu untuk mengurangi ketergantungan terhadap komoditas,” tukasnya.