Bisnis.com, SEMARANG - Para pengembang perumahan di Jawa Tengah semakin pesimistis mampu merealisasikan target penyediaan rumah pada 2015 dengan sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai masih menjadi kendala.
Wakil Ketua bidang Promosi, Humas, dan Publikasi DPP Realestat Indonesia Jateng Dibya Krisnanda Hidayat mengatakan pada semester II/2015 para pengembang akan kesulitan memasok unit hunian bagi konsumen kaena kesulitan pendanaan.
Mulai berlakunya regulasi Bank Indonesia yang meningkatkan rasio loan to value (LTV) untuk kredit properti dinilai menjadi alasannya.
Di satu sisi, jelasnya, kebijakan yang tertuang dalam PBI No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, itu meningkatkan daya beli konsumen.
Pasalnya, regulasi itu memberikan peningkatan besaran rasio LTV/FTV mencapai 10% yang berlaku pada rumah tapak, rumah susun maupun rumah toko/ rumah kantor mulai tipe 21 ke bawah hingga tipe 70 ke atas.
Namun di sisi lain, kata Dibya, kebijakan yang sama akan membatasi pencairan KPR diberikan hanya kepada produk properti yang sudah jadi. Kondisi itu, ungkapnya, akan menyulitkan pengembang untuk menerima aliran dana untuk membangun hunian dalam jumlah banyak.
“Sekarang KPR itu susah, sebab kebijakan itu akan sangat berpengaruh pada cashflow developer. Sebelumnya, pencaiaran KPR inden dapat bertahap sesuai progress bangunan, sekarang benar-benar tidak boleh, kecuali rumah 100% selesai,” ucapnya, Rabu (29/7/2015).
Dibya menuturkan selama ini para pengembang dapat memanfaatkan bantuan dana dari pencairan KPR secara bertahap bagi modal pembangunan unit hunian. Namun dengan kebijakan yang mulai berlaku akhir Juni 2015 tersebut, para pengembang di Jateng akan sangat berhati-hati dalam mengatur aliran dana bagi pembangunan proyeknya.