Bisnis.com, JAKARTA – Mengacu pada data angka ramalan (aram) I yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) tepat 1 Juli lalu, Kementerian Pertanian mengaku akan merevisi target produksi gabah dan beras tahun ini.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Hasil Sembiring menyampaikan pemerintah tidak akan lagi mengacu pada target yang ditetapkan Kementan sebelumnya yaitu 73,4 juta ton GKG dan akan berupaya mencapai angka Aram I yaitu 75,55 juta ton GKG atau bahkan melampaui ramalan BPS tersebut.
“Kita tidak gunakan lagi target sebelumnya. Sekarang kalau bisa mencapai target seperti yang disebutkan pada Aram I atau kalau bisa justru melapaui target tersebut,” kata Hasil saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (7/7/2015).
Hasil mengungkapkan saat ini potensi untuk dapat mencapai target tersebut yaitu melalui menggenjot produksi-produksi di daerah yang angkanya telah ditetapkan Ditjen Tanaman Pangan sejak awal tahun ini.
Seperti diketahui, Ditjen Tanaman Pangan sebelumnya menetapkan target produksi gabah kering giling (GKG) sebanyak 73,4 juta ton tahun ini, atau naik 0,36% dari tahun lalu yang menurut data BPS produksi GKG berada di level 70,85 juta ton.
Dari target 73,4 juta ton tersebut, Ditjen Tanaman Pangan telah memerinci kontribusi produksi setiap daerah pada produksi GKG nasional dalam perhitungan tonase. Jika target produksi ingin setingkat Aram I atau bahkan melampaui, Ditjen Tanaman Pangan harus memastikan produksi daerah berjalan sesuai harapan.
Dari skenario detail yang mendata produksi hingga per kabupaten itulah, Hasil meyakini pemerintah dapat memantau ketat produksi daerah sehingga produksi tahun ini dapat mencapai 75,5 juta ton.
“Kalau yang masa tanam Okmar [Oktober-Maret] itu datanya tidak bisa kita utak-atik lagi karena sudah ada data hasil tetapnya dari BPS. Sekarang yang harus dimaksimalkan yang masa tanamnya April-September,” terang Hasil.
Di sisi lain, Guru Besar Pertanian IPB Dwi Andreas memprediksi produksi GKG tahun ini tidak akan berbeda jauh atau bahkan mungkin sama dengan tahun lalu.
Pasalnya, dia merujuk pada musim tanam pertama yang mengalami kemunduran hingga 1,5 bulan. Di sisi lain, saat ini harga beras di pasar pun stabil tinggi yang berarti tidak ada produksi melimpah yang masuk ke pasar dalam negeri.
“Kemudian kalau kita lihat itu Perum Bulog juga kesulitan melakukan penyerapan gabah dan beras padahal menurut pemerintah produksi awal tahun ini tinggi. Penggilingan padi skala kecil pun sulit menyerap gabah,” jelas Andreas.