Bisnis.com, JAKARTA--Lokasi, lokasi dan lokasi.Kumpulan kata yang sering kali terucap dari mulut pelaku usaha. Ibaratnya, frasa tersebut dijadikan kiblat dalam menentukan arah bisnis mereka. Bagi pelaku usaha yang berpegang teguh terhadap frasa sakral tersebut, pasti memasukkan lini bisnisnya di segitiga emas Jakarta.
Adapun lokasi yang berpredikat kawasan premium itu mencakup area jl Rasuna Said, jl Gatot Subroto, jl M.H Thamrin dan jl. Jenderal Sudirman. Tidak luput dari itu, area jl. Satrio di Mega Kuningan kini turut ditasbihkan sebagai anggota baru di segitiga emas Jakarta.
Seiring roda perekonomian yang berputar di segitiga emas Jakarta, hal itu membuat bisnis di sana diprediksi tak akan pernah mati. Lokasi itu masih saja diincar oleh pengembang raksasa yang mampu membenamkan triliunan rupiah untuk membangun gedung pencakar langit, terutama menara perkantoran.
Jika dilihat dengan mata telanjang, sepertinya gedung-gedung di segitiga emas Jakarta sudah berjubel, riuh dan sesak. Namun jangan salah, pengembang rupanya jeli melihat ruang kosong dengan metode geografis penginderaan jauh baik melalui teknik sensor maupun wahana.
Bayangkan saja dalam kurun waktu 2015 hingga 2019, segitiga emas Jakarta bakal dikepung 46 perkantoran baru. Puluhan gedung setinggi minimal 25 lantai itu kini sedang tahap pemancangan tiang perdana, konstruksi hingga sudah ada yang tutup atap.
Kendati demikian, dari ke-46 proyek tersebut, area jl.Thamrin menyumbang porsi sedikit, hanya 5% dari total suplai atau sekitar 3 gedung. Adapun mayoritas perkantoran dikembangkan di area jl. Jenderal Sudirman dengan jumlah 17 proyek.
Associate Director Research dari Lembaga Riset dan Konsultan Properti Colliers International Ferry Salanto mengatakan sepanjang jl Thamrin merupakan area yang konvensional. Hampir tidak ada bangunan anyar di kawasan tersebut selama kurun waktu 5 tahun ke belakang, di mana kawasan lainnya sudah menghasilkan belasan gedung baru secara massif.
Kondisi ini bukan karena Thamrin tidak prosepektif tetapi lantaran tidak ada lahan yang menganggur, katanya saat dihubungi Bisnis, Sabtu (27/6/2015).
Area jl. Thamrin, lanjut dia, dipenuhi gedung-lama yang sudah beroperasi dengan mencetak okupansi penuh. Oleh karena itu pembangunan di kawasan Thamrin terkesan tertinggal dibandingkaan kawasan lain di segitiga emas Jakarta
Dalam kurun empat tahun mendatang, hanya ditemui ada tiga menara perkantoran baru di jl. Thamrin. Mereka antara lainGedungIndonesia1, Lippo Office Thamrin milik Lippo Group dan Thamrin Nine garapan PT Putragaya Wahana.
Adapun Gedung Indonesia 1 termasuk yang paling beruntung karena mendapatkan lahan dadakan dari perobohan pusat belanja Ex yang sebelumnya adalah milik PT Plaza Indonesia Realty Tbk.
Melihat kesempatan tersebut, Media Group yang dimotori oleh Surya Paloh mengakuisisi lahan kosong yang berlokasi di belakang pusat perbelanjaan Plaza Indonesia. Media Group menggandeng investor asal China yaitu PT China Sonangol mulai menggarap Gedung Indonesia 1 ditandai dengan pemancangan tiang perdana pada bulan lalu. Tak tanggung-tanggung, kedua mitra usaha itu menggelontorkan dana Rp8 triliun.
Menurut Ferry, tiga pengembang yang saat ini bermain di kawasan Thamrin akan diuntungkan. Pasalnya, banyak kalangan yang menanti berkantor di koridor Thamrin.
Seperti angin segar. Investor atau perusahaan yang biasanya membidik perkantoran di Sudirman, Gatot Subroto atau Kuningan bisa beralih ke Thamrin, ujarnya.
Persaingan pengembangangedungperkantoran mulai tahun ini memang sangat sengit. Colliers mencatat, suplai ruang kantor hingga akhir 2015 sekitar 700.000 m2. Adapun secara umum, suplai ruang kantor di segitiga emas pada tahun-tahun sebelumnya berkisar 300.000 m2 per tahun.
Sesuai prediksi, sektor perkantoran akan mengalami perlambatan. Sebab, suplai tidak akan sebanding dengan jumlah tenan yang masuk, katanya.
Kendati demikian, pengembang gedung baru di Thamrin akan kebanjiran pesanan.
Hal itu diamini oleh PT Lippo Karawaci Tbk.. selaku pengembang Lippo Office Thamrin. Chief Marketing Officer Lippo Homes Jopy Rusli mengatakan perkantoran dengan status kepemilikan strata title itu sudah ludes terjual oleh perusahaan lokal, bahkan mengalami kelebihan pesanan hingga 200%.
Pasar perkantoran memang melambat tetapi tidak di Thamrin. Ini kawasan di segitiga emas yang paling emas, katanya.
Menurutnya, perkantoran di Thamrin sangat prosepektif untuk pasar perusahaan asing. Namun dia mengaku Lippo Office Thamrin malah menjadi rebutan perusahaan lokal asal Indonesia, baik yang bergerak di bidang keuangan, perbankan maupun minyak dan gas.
Ketika dimintai keterangan perihal daftar tenan atau penyewa, Jopy enggan mengutarakannya.
Yang penting sudah ada satu tenan yang membeli tiga lantai sekaligus. Lainnya beli ruangan satu lantai, terangnya.
Lippo Karawaci resmi menggandeng PT Wijaka Karya (Wika Gedung) untuk menggarap konstruksi Lippo Office Thamrin. Menara perkantoran dengan kualifikasi Grade A tersebut akan beroperasi pada 2017. Adapun nilai single tower itu mencapai Rp1,25 triliun.
Sementara itu, Gedung Thamrin Nine dijadwalkan beroperasi pada 2018 dan menyusul kemudian Gedung Indonesia 1 siap ditempati pada 2019.
Lalu, siapa sajakah perusahaan yang rela membayar berpuluh-puluh juta per meter persegi untuk berkantor di Thamrin? Pasti merekalah yang menganggap lokasi sebagai tujuan utama investasi.