Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan belum menentukan payung hukum terkait angkutan sepeda motor atau ojek yang tersambung dengan aplikasi dalam jaringan alias ojek online.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Djoko Sasono mengatakan pihaknya masih mengamati perkembangan di lapangan.
"Kita mendengar saja perkembangan di masyarakat seperti apa, yang jelas Kemenhub menjalankan undang-undang," katanya.
Namun, kata dia, pihaknya membutuhkan waktu untuk mengkaji status ojek dengan sistem online tersebut karena inti bisnisnya merupakan bisnis aplikasi, tetapi sudah mengambil ranah transportasi.
"Kita melihat barangkali ada kawan-kawan yang melakukan studi karena ini menyangkut teknologi, masa untuk alat panggil seperti itu harus diatur juga," katanya.
Pengamat Transportasi Universitas Atma Jaya, Djoko Setijowarno menilai ojek tidak termasuk ke dalam angkutan umum di dalam peraturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Sepeda motor itu untuk angkutan lingkungan, bukan angkutan perkotaan di jalan-jalan utama, di negara-negara maju pakainya sepeda listrik karena kecepatannya tidak boleh tinggi," katanya.
Selain itu, angkutan umum wajib melakukan pengujian kendaraan bermotor atau uji kir karena terkait keselamatan untuk mengangkut orang, sementara sepeda motor tidak melalui uji tersebut.
Djoko menambahkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan Pasal 10 Ayat 4, yakni persyaratan teknis untuk sepeda motor meliputi muatan memiliki lebar tidak melebihi stang kemudi, tinggi muatan tidak melebihi 900 milimeter dari atas tempat duduk pengemudi dan barang muatan ditempatkan di belakang pengemudi.
"Seharusnya angkutan umum berbadan hukum, tergantung kebijakan wali kota, bupati atau gubernurnya," katanya.