Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis Elpiji 3 kilogram yang dijalankan PT Pertamina (Persero) disinyalir mengandung beberapa keganjilan seperti dugaan adanya pemburu rente.
Mantan Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Faisal Basri mengungkapkan tiga keganjilan dalam bisnis Elpiji bersubsidi yang dijalankan Pertamina.
Dia menduga terdapat pemburu rente yang mengambil keuntungan dari bisnis gas Elpiji bersubsidi tersebut.
Menurutnya, keganjilan pertama terkait dengan filling fee—biaya pengisian gas ke tabung Elpiji—Rp300 per kg bagi stasiun pengisian bulk Elpiji (SPBE) yang tidak berubah sejak konversi dijalankan pada 2007. "Selama ini tidak ada yang protes dan mengeluh," katanya, Selasa (26/5/2015).
Selain itu, Faisal menuding oknum di Pertamina dan seluruh pelaku bisnis Elpiji 3 kg membagi rente dalam bentuk sisa liquefied petroleum gas (LPG). Menurutnya, setiap tabung kosong Elpiji menyisakan 5%–10% gas. Namun, Pertamina menghitung setiap tabung yang kosong diisi penuh gas 3 kilogram.
Keganjilan ketiga terkait dengan timbangan Elpiji 3 kg. Menurut Faisal, Pertamina melarang SPBE menimbang ulang tabung Elpiji bersubsidi itu.
VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menyanggah tudingan Faisal. BUMN Migas tersebut mengklaim telah meminta perubahan formula harga patokan Elpiji 3 kg sejak 2013, salah satunya bertujuan untuk menyesuaikan tarif atau margin jalur distribusi. "Namun hingga saat ini belum disetujui," tambahnya.
Perubahan patokan harga belum disetujui mengakibatkan margin Pertamina kian menipis sehingga belum bisa menaikkan tarif filling fee, upah agen, dan upah transportasi SPBE.
Sementara itu, kenaikan margin dan upah transportasi agen dan pangkalan telah diakomodasi melalui penetapan harga eceran tertinggi (HET) Elpiji 3 kg oleh pemda yang harganya lebih tinggi dari HET nasional.
Soal sisa gas, Wianda menampik adanya upaya pencarian rente. Menurutnya, ketika tabung kosong di tukarkan terbuka kemungkinan konsumen menyisakan Elpiji.
Hal ini dimungkinkan mengingat secara teknis sisa Elpiji sulit dikeluarkan tanpa menggunakan alat khusus atau vakum. Demikian pula pada saat dilakukan pemeliharaan tabung di-retester untuk alasan keamanan, Pertamina mewajibkan tabung divakum dan dikosongkan. Retester adalah bengkel yang berhak melaksanakan pemeliharaan tabung Elpiji 3 kg.
Di samping itu, secara rutin Pertamina melakukan kegiatan stock opname atau menghitung stok persediaan di depot LPG dan stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) setiap akhir bulan.
Wianda juga menegaskan pengukuran LPG curah ke SPBE/SPPBE dilaksanakan di titik serah depot Pertamina dengan menggunakan jembatan timbang yang telah ditera oleh Dinas Metrologi.