Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Desakan Kaji Ulang Izin Impor Alat Berat Kian Deras

Desakan agar pemerintah mengkaji ulang serta memperketat izin impor alat berat bekas semakin kencang setelah Himpunan Industri Alat Berat Indonesia menyatakan saat ini utilisasi kapasitas terpasang tinggal 40%-50%.
Bisnis.com, JAKARTA--Desakan agar pemerintah mengkaji ulang serta memperketat izin impor alat berat bekas semakin kencang setelah Himpunan Industri Alat Berat Indonesia menyatakan saat ini utilisasi kapasitas terpasang tinggal 40%-50%.
 
Jamaludin, Ketua Umum Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi), mengatakan penjualan alat berat produksi dalam negeri yang tertekan selain akibat lesunya harga komoditas ditambah dengan maraknya impor alat bekas dengan jenis yang sama.
 
Secara umum alat berat bekas yang diimpor itu kegunaannya sama dengan yang diproduksi di dalam negeri.
 
"Saat ini penjualan alat berat juga terkendala dengan berkurangnya aktivitas tambang seiring dengan harga komoditas ini yang tak kunjung membaik," ujarnya kepada bisnis, Selasa (19/5/2015).
 
Akibatnya, produsen tengah berharap dengan program percepatan pembangunan infrastruktur yang dijanjikan oleh pemerintah.
 
Dalam hal ini, jika impor alat berat bekas terus diberlakukan, maka utilisasi produsen dalam negeri semakin menurun.
 
Dia mengatakan, dari kapasitas produksi terpasang sebanyak 10.000 11.000 unit alat berat per tahun, kinerja penjualan pada kuartal I/2015 hanya 1.298.
 
Oleh karena itu, jika pada semester II/2015 pembangunan infrastruktur di mulai, penjualan tahunan diperkirakan maksimal sama dengan tahun lalu sekitar 5.172 unit.
 
Puncak permintaan alat berat, menurutnya terjadi pada 2011, kebutuhan nasional tidak kurang dari 17.000 unit.
 
Sementara kapasitas produksi dalam negeri hanya 10.000 unit per tahun, akhirnya pemerintah melakukan impor alat berat untuk menutup kekurangan.
 
Sejumlah persoalan lain yang menghambat pertumbuhan industri alat berat dalam negeri, menurutnya adalah nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat, serta tingginya kenaikan upah pekerja setiap tahun.
 
Di saat pertumbuhan ekonomi tengah melambat, harga komoditas lesu, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS mengakibatkan konsumen dalam negeri menunggu momen untuk pembelian barang, kenaikan upah pekerja disiasati oleh produsen dengan mengurangi jumlah tenaga kerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper