Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daerah Ramai-ramai Tolak Rencana Impor Beras

Daerah menolak wacana agar pemerintah mengimpor beras untuk memenuhi keamanan stok nasional karena dianggap dapat menganggu program swasembada beras menuju kedaulatan pangan.
Buruh membongkar karung beras di gudang Bulog Divre Sulteng, di Palu, Senin (18/5)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Buruh membongkar karung beras di gudang Bulog Divre Sulteng, di Palu, Senin (18/5)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, MALANG - Daerah menolak wacana agar pemerintah  mengimpor beras untuk memenuhi keamanan stok nasional karena dianggap dapat menganggu program swasembada beras menuju kedaulatan pangan.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Malang Tomie Herawanto mengatakan kepala-kepala dinas pertanian sebenarnya telah ditanya Kementerian Pertanian terkait tanggapan terhadap rencana pemerintah untuk mengimpor beras.

“Jawaban daerah bulat, menolak rencana tersebut,” kata Tomie di Malang, Senin (18/5/2015).

Daerah menolak kebijakan impor beras karena khawatir dapat menganggu program swasembada beras menuju kedaulatan pangan.

Gairah petani untuk menanam padi bisa mengendur jika kemudian beras di pasar berlimpah dan harganya murah, jauh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP).

Sering terjadi, realisasi impor lebih tinggi daripada izin yang dikeluarkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan stok sehingga sisanya meluber ke pasar.

“Dampaknya, harga beras jelas hancur,” ujarnya.

Jika petani menikmati harga gabah atau beras yang lebih baik, mestinya perlu dimaklumi. Biarlah petani merasakan hasil positif atas usahanya.

Padahal, upaya peningkatan produksi beras sudah tampak hasilnya. Seperti di Kab. Malang, kata Tomie, dari target luas tanam pada Oktober 2014-Maret 2015 yang sebesar 42.263 hektare, justru terealisasi 43.161 hektare.

Tambahan luas tanam, otomatis akan menambah tingkat produksi. Di daerah lain, peningkatan luas tanamnya bahkan mencapai 50%.

Dari sisi harga, kata dia, sebenarnya harga gabah dan beras tidak terlalu tinggi. Masih dalam jangkauan konsumen.

Seperti di Kab. Malang, harga gabah kering panen (GKP) sebesar Rp3.800 per kg, sedangkan harga kering giling (GKG) mencapai Rp4.500-Rp4.700 per kg, dan beras Rp8.500-Rp9.000 per kg.

Jika dibandingkan dengan harga pembelian pemerintah (HPP), harga gabah dan beras di Kab. Malang memang lebih tinggi.

Namun hal itu terjadi karena rendemen padi di daerah juga tinggi. Selain itu kualitas padinya bagus sehingga berasnya tergolong premium, bukan medium.

Karena itulah, wajar jika Bulog tidak bisa menyerap beras dari Kab. Malang karena kualitas beras yang diserap setingkat beras medium.

Namun, dia optimistis Bulog masih mampu menyerap beras di sentra-sentra produksi yang kualitas berasnya medium.

Pemerintah mestinya memberikan kepercayaan penuh kepada Bulog untuk dapat menyerap beras petani untuk memenuhi kebutuhan stok nasional serta melaksanakan kegiatan public service obligation (PSO).

Dengan tidak masuknya beras impor, maka harga komoditas pangan tersebut diharapkan bisa stabil sehingga mendorong petani untuk terus menanamnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper