Bisnis.com, SEMARANG—Kendati pemerintah merealisasikan program pengembangan sejuta rumah, pengusaha properti Jawa Tengah justru pesimistis pembangunan rumah bakal terserap secara merata kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pengusaha yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) Jateng menilai masyarakat saat ini menunda pembelian rumah dengan alasan kondisi perekonomian dalam negeri belum membaik.
Ketua REI Jateng MR Priyanto menerangkan kelesuan ekonomi terlihat dari koreksi pertumbuhan ekonomi secara nasional yang semula ditarget 5,7%-5,8% turun menjadi 5,4%-5,5%.
Lesunya perekonomian, ujarnya, juga dirasakan oleh masyarakat secara luas di wilayah Jateng sejak pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla melepas harga bahan bakar minyak (BBM) mengikuti pasar dunia atau pencabutan subsidi BBM jenis Premium.
“Agak susah penjualan rumah subsidi atau rumah dengan harga di bawah Rp150 juta,” papar Priyanto kepada Bisnis.com, Minggu (3/5/2015).
Menurutnya, tren penjualan rumah yang cenderung meningkat justru rumah untuk masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas atau rumah diharga Rp200 juta hingga Rp600 juta.
Priyanto memaparkan masyarakat dengan penghasilan kurang dari Rp5 juta/ bulan memilih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seiring lonjakan harga pada sejumlah komoditas tertentu.
Selain itu, lanjut dia, para pengembang properti Jateng akan sulit merealisasikan pembangunan rumah tapak sebanyak 10.000 unit apabila proses perizinan dari pemerintah setempat terlalu lama.