Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah diharapkan lebih fokus pada pembenahan implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dibandingkan dengan mewacanakan penghapusannya untuk sektor hilir.
Pasalnya, saat ini masih banyak pengusaha UKM yang merasakan kerumitan proses SVLK serta rawan ditunggangi oknum tertentu untuk melakukan pungutan liar.
Sementara, bila wacana penghapusan SVLK ini dilanjutkan maka upaya yang telah ditempuh Indonesia bertahun-tahun dalam mengatasi pembalakan liar akan mundur kembali.
“Hingga saat ini pembalakan liar [illegal logging] masih merupakan salah satu kontributor terhadap deforestasi dan kerusakan hutan. Penerapan SVLK bagi industri mebel dan kerajinan akan menutup peluang masuknya kayu yang tidak jelas asal usulnya,” ujar Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF-Indonesia, lewat keterangan resmi yang diterima Bisnis, Senin (20/4).
Menurutnya SVLK merupakan instrumen yang diperlukan dalam menata perdagangan dan pergerakan kayu untuk mendorong tata kelola yang baik di sektor kehutanan.
Oleh karena itu, pembenahan implementasi SVLK ini penting karena akan berdampak pada upaya mempertahankan Indonesia sebagai negara pengekspor produk kayu ketiga terbesar ke pasar Eropa.
Menurut data Kementerian Perdagangan, hingga saat ini dari 3500 UKM mebel dan kerajinan tercatat hanya 637 perusahaan yang telah mendapatkan SVLK.
Saat ini, keluhan yang dirasakan pengusaha terkait proses mendapatkan SVLK, yakni proses yang sulit dan mahal dalam pembuatan Ijin Usaha Industri (IUI), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Ketiganya merupakan persyaratan perijinan di bidang lingkungan hidup bagi usaha yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan namun skala usahanya masih cukup kecil hingga belum dikenai wajib AMDAL. Kendala lain diakibatkan ketidakseimbangan jumlah assessor yang minim di lapangan dibandingkan dengan jumlah perusahaan mebel dan kerajinan.
Sebelumnya, ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) mengatakan bahwa Presiden telah menyetujui pemberlakuan SVLK hanya untuk produk hulu, tidak untuk hilir, seperti mebel dan kerajinan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan bila SVLK dihapus akan menjadi risiko yang cukup tinggi. Oleh karena itu, saat ini pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk membuat prosedur SVLK yang lebih mudah.
"Misalnya dengan trading house kayu. Trading house kayu di situlah simpul atau hub atau pusat perdagangan kayu yang sudah legal, sehingga para industri kecil kita sudah terjamin legalitas kayunya," katanya, Jumat (17/4).
Meski demikian, dia mengaku tidak mengetahui kebenaran ungkapan Presiden Joko Widodo kepada ketua AMKRI tersebut. Pasalnya, dia tidak berada di tempat kejadian.
"Karena ini arahnya perdagangan saya kira ke menteri perdagangan. Kepentingan saya bahwa kayu itu adalah legal. Itu saja. Perintah industrinya pasti menteri perdagangan," katanya.