Bisnis.com, JAKARTA—Setelah mencatatkan produksi di kisaran 2,5 juta ton sepanjang tahun lalu, produksi gula tahun ini diprediksi tidak akan mencapai angka yang sama. Pasalnya, lahan penanaman gula kian berkurang dan cuaca buruk menghambat masa panen.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Tito Pranolo menyampaikan saat ini harga gula yang kian menurun menyebabkan petani mengalihkan lahannya untuk menanam komoditas perkebunan lain yang lebih menguntungkan.
“Saat ini total lahan yang kita miliki sekitar 450.000 hektare, dan 20 ribuan hektare telah dialihkan petani untuk menanam komoditas lain,” jelas Tito pada Bisnis, Selasa (7/4).
Dia mengungkapkan pengalihan lahan yang masif terjadi dapat mengancam ambisi pemerintah untuk mencapai swasembada gula konsumsi dan industri yang ditetapkan sebesar 5,7 juta ton. Untuk itu, Tito merekomendasikan sejumlah langkah yang harus segera diambil pemerintah.
Pertama, penambahan area tanam baru di luar Jawa dan menarik investasi gula ke pulau-pulau lain. Dia memprediksi setidaknya negara dapat membuka 350.000 hektare lahan tanaman baru.
“Lahannya harus disediakan pemerintah, lalu swasta membeli lahan untuk investasi. Kalau pihak swasta yang mencari sendiri, tidak akan dapat lahan seluas itu,” kata Tito. Dengan penambahan 350.000 hektare lahan baru, kapasitas penggilingan gula akan bertambah setara 14 pabrik.
Kedua, Tito mendesak pemerintah untuk segera merevitalisasi pabrik-pabrik gula milik pemerintah yang usianya sudah sangat tua. “Mesin yang tua itu kapasitas produksinya rendah dan tidak efektif. Lebih baik diremajakan menjadi baru walau jumlahnya sedikit.”
Tito menyatakan tingkat HPP yang diajukan petani dapat mencapai Rp9.000,-, menyusul rendemen yang rendah dan tidak efisiennya produksi gula karena pabrik-pabrik yang kurang peremajaan. Apalagi, lanjutnya, gula rafinasi kian agresif menyusup ke pasar konsumsi.