Bisnis.com, JAKARTA- Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia Derom Bangun mengatakan cukup maklum bila industri hulu minyak sawit keberatan terhadap rencana pemerintah untuk mengubah besaran threshold bea keluar (BK) CPO.
Kendati demikian, perubahan regulasi BK CPO tersebut menurutnya perlu dilakukan mengingat sudah banyak perusahaan di industri hilir yang tidak bisa beroperasi karena kurang mampu bersaing, ketika harga CPO dalam negeri sama besarnya dengan harga di luar negeri.
“Berdasarkan hal-hal itu, saat ini bea keluar itu perlu diadakan perubahan. Karena kalau industri hilir kita tidak bisa bersaing nanti akibatnya industri hulu juga akan sulit. Dengan adanya BK, harga bahan baku menjadi lebih rendah daripada harga internasional.
Meskipun demikian, menurutnya, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan perubahan BK. Harus ada kemudahan dan insentif kepada industri hilir. Sementara itu, besaran threshold menurutnya tidak boleh terlalu rendah.
Dengan harga saat ini di kisaran antara US$640-600 per metric ton, pemerintah tidak perlu menurunkan threshold langsung di bawah US$600. Alasannya, biaya produksi untuk beberapa perusahaan sudah sangat dekat di kisaran US$550 per metric ton.
Selain itu, pertimbangan juga harus dilihat juga dari besaran BK-nya yang semestinya lebih kecil dari besaran BK sebelumnya yang mencapai 7,5%. Hal tersebut akan cukup mengurangi beban yang ditanggun industri hulu, baik itu petani maupun produsen.
Derom menambahkan, pemerintah juga harus melibatkan asosiasi-asosiasi mulai dari hulu hingga hilir. Sehingga bisa menampung semua aspirasi. Kadang-kadang, menurutnya, pemerintah hanya mengajak beberapa pengusaha saja.