Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penghiliran Kakao Gagal, Ekspor Hanya Naik Tipis

Meskipun program penghiliran komoditas kakao sudah mampu menyerap sebagian besar bahan mentah produksi dalam negeri, nilai ekspor komoditas ini hanya mampu naik tipis.
Biji Kakao/Antara
Biji Kakao/Antara

Bisnis.com,JAKARTA - Meskipun program penghiliran komoditas kakao sudah mampu menyerap sebagian besar bahan mentah produksi dalam negeri, nilai ekspor komoditas ini hanya mampu naik tipis.

Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang mengatakan selama ini pemerintah salah melakukan penghiliran untuk komoditas kakao.

Berdasarkan nilai ekspornya, saat ini komposisi ekspor produk setengah jadi mencapai lebih dari 80% dari total ekspor, sedangkan sisanya masih dalam bentuk bahan baku. Hal tersebut sangat berbeda dari tahun 2011, yang 70% ekspornya didominasi dari bahan mentah.

Meskipun ada perubahan yang signifikan dari komposisi jenis ekspornya, peningkatan nilai ekspor dari komoditas ini tidak begitu besar. Menurut Zulhefi, hal tersebut disebabkan karena memang produk setengah jadi memiliki margin yang kecil.

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, nilai ekspor komoditas kakao dan turunannya pada periode Januari-Oktober 2013 mencapai US$911,86 juta dan naik tipis pada periode yang sama pada 2014 sebesar US$1,04 miliar.

“Industri setengah jadi ini tidak ada nilai tambahnya karena hanya mengolah dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi. Kalau nilai tambahnya tinggi selisihnya nggak tipis.  Jadi marginnya sangat tipis sekali, makanya banyak yang tutup,” kata Zulhefi.

Saat ini pengolahan kakao menjadi setengah jadi didominasi oleh perusahaan-perusahaan multi nasional. Zulhefi menyebutkan dari delapan perusahaan yang bergerak di penggilingan biji kakao, hanya satu yang merupakan perusahaan lokal. Perubahan ini terjadi setelah pemerintah menerapkan Bea Keluar Progresif untuk Biji Kakao.

“Hanya satu pabrik nasional dari yang tadinya ada 14 buah. Perusahaan multi nasional yang hanya tiga buah buah sekarang menjadi tujuh buah. Delapan puluh persen dari kapasitas giling industri itu dikuasai oleh perusahaan multi nasional,” sebutnya.

Menurut Zulhefi, banyak perusahaan asing dengan skala besar masuk sejak adanya pajak ekspor tersebut. Perusahaan-perusahaan tersebut menguasai pasar dunia, dengan kekuatan modal yang besar, jaringan pemasaran yang luas, dan kualitas produk yag tinggi.

Sedangkan perusahaan lokal hanya memiliki modal kecil, jaringan pemasaran terbatas, dan kualitas yang belum tentu diterima di semua pasar, sehingga harga bahan setengah jadinya cenderung lebih rendah. Akibatnya perusahaan-perusahaan domestik ini kalah bersaing.

Di sisi lain, upaya meningkatkan penyerapan bahan baku ke pengolahan menjadi produk setengah jadi ini pun membuat banyak eksportir kakao tutup, akibatnya banyak tenaga kerja yang diberhentikan.

Padahal, menurut, Zulhefi penyerapan tenaga kerja untuk ekspor lebih besar dibanding di pengolahan bahan setengah jadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper